FOOL DANCE ON HOLY DAY.
(Taufiq Iori : Work for Khilafah).
Fenomena (sebut saja) tarian THR Idul Fitri tahun ini nyata telah menjadi perdebatan dikalangan umat Islam tentang boleh tidaknya melakukan hal tersebut dalam syariat Islam.
Berawal dari reaksi terhadap informasi yang menyatakan tarian tersebut berasal dari (budaya) Yahudi sehingga haram untuk kemudian melakukannya, banyak argumentasi dari mereka yang melakukannya dengan menyatakan bahwa tarian itu bukan berasal dari Yahudi melainkan dari Finlandia, ada juga yang mengatakan berasal dari Yunani ataupun dari Amerika. Ajaibnya tak satupun dari mereka yang menyatakan bahwa tarian tersebut berasal dari budaya Islam, apalagi dari syariat Islam.
Namun mereka bersikukuh untuk kemudian memasukkannya kedalam budaya (‘urf) Islam yang pada momen Idul Fitri yang sudah memiliki ‘urf-nya sendiri yang tak terpisahkan dengan syariat Islam yaitu melaksanakan syariat sunnah shalat Idul Fitri dan dilanjutkan dengan ‘urf saling bermaafan dengan cara yang khidmat dan takzim. Adapun memberikan hadiah (THR) adalah sebagai bentuk apresiasi dari yang lebih tua terhadap prestasi dari yang lebih muda terhadap pencapaian amal dan ketaqwaannya selama bulan Ramadhan, ini telah dilakukan dan tidak terpisahkan selama berabad-abad dalam kehidupan umat Islam. Betapa mulianya prilaku ini, lalu kenapa kemudian harus diganti dengan tarian ini hanya demi atasnama entah apa? Yang beresiko pada tergerusnya prestasi Ramadhan yang telah dicapai demi sebuah tarian konyol? Namun tetap saja mereka bersikukuh bahwa ini hanyalah budaya (walaupun bukan budaya Islam), tidak ada hubungannya dengan agama, sehingga sah-sah saja dilakukan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berargumentasi balik secara sarkastik dengan mengatakan bahwa orang-orang yang mengharamkan prilaku tersebut adalah orang-orang yang berpemandangan sempit dalam beragama.
Perlu diketahui bahwa budaya, budaya apapun itu pada umumnya akan mengakar pada satu aqidah atau keyakinan tertentu yang akan terimplementasi dalam satu peradaban (hadharah) tertentu pula, karena budaya tidak akan lahir begitu saja. Maka bagi umat Islam, menerapkan suatu budaya yang bersumber diluar Islam hukumnya haram jika ternyata ia bertentangan dengan syariat begitu juga halnya peradaban (hadharah), Islam mengharamkan pemeluknya terhadap penerapan peradaban yang bersumber diluar Islam, karena dalam realitas pelaksanaannya pasti akan betentangan dengan apa yang telah ditetapkan syariat. Rasulullah saw telah tegas menyatakan perkara tasyabbuh ini dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
“Barangsiapa yang menyerupai (prilaku) suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka!”
(HR. Abu Dawud).
Selain keharaman tasyabbuh, dalam tarian THR ini kita juga akan melihat (potensi) keharaman-keharaman lainnya karena seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa realitas pelaksanaan suatu budaya yang bersumber bukan dari Islam pada umumnya akan bertentangan dengan syariat. Pertama, adanya ikhlitath dalam tarian tersebut, kita melihat dalam video-video yang beredar bahwa dalam barisan tarian tersebut bercampur-baur antara seorang wanita dengan ipar laki-lakinya ataupun dengan sepupu laki-lakinya dan ini jelas keharamannya karena hal ini adalah ikhtilath. Kedua, adalah haramnya seorang wanita menari dengan sengaja untuk terihat laki-laki yang bukan mahramnya dan ini merupakan dosa besar dalam Islam. Maka adalah sangat keliru jika kemudian memandang tarian THR ansih hanya pada masalah budaya yang berasal dari mana, terlebih lagi ketika kita telah memahami bahwa setiap budaya pasti akan mengakar pada keyakinan tertentu. Alih-alih menyatakan mereka yang mengharamkan hal ini adalah orang-orang yang berpemandangan sempit dalam beragama, maka siapa yang kemudian sebenarnya telah mempersempit pemikirannya terhadap aturan agamanya.
Perang peradaban adalah realita, antara ideologi Islam dengan ideologi kufur dan akan berlangsung sampai akhir zaman. Hal ini telah diabadikan dalam surat al-Baqarah ayat 120 :
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ ٱلْيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم بَعْدَ ٱلَّذِى جَآءَكَ مِنَ ٱلْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu (selamanya) hingga kamu mengikuti agama (millah) mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Bahkan Allat Swt menegaskan konsekuensi bagi mereka yang tetap saja mengikuti millah setelah mendapatkan pengetahuan dari Allah dan rasul-Nya, bahwa Allah Stw tidak akan menjadi pelindung dan penolong mereka, na’udzu billah.
Perang peradaban akan dimanifestasikan dalam bentuk apapun oleh musuh-musuh Islam dengan ultimate goal-nya bahwa kita kemudian mengikuti millah mereka, dengan kata lain yang lebih definitif yaitu umat Islam akan meninggalkan ajarannya. Tarian THR nyata adalah invasi budaya yang sekaligus merupakan manifesto dari humanisme beragama yang mengakar pada moderasi beragama, dimana sebelumnya telah berhasil diterapkan ditengah-tengah umat Islam sebagai bentuk invasi pemikiran. Umat hanya mengikut saja apapun yang mereka sajikan tanpa ada kekuatan (kekuasaan) yang akan melindungi mereka dari serangan apapun baik fisik seperti di Palestina ataupun serangan pemikiran, dengan memastikan terjaganya orisinalitas akan syariat Islam dan budaya-budayanya, berikut kewajiban penerapannya secara kaffah. Dari Abu Hurairah ra, rasulullah saw bersabda :
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.”
(HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Berharap pada para penguasa negeri muslim hari ini untuk menjadi junnah (perisai) umat Islam adalah kekeliruan yang nyata, karena sejatinya mereka adalah pelaksana sistem kekuasaan yang justru tidak ingin aturan Islam diterapkan secara kaffah. Maka kemana kemudian kita berharap, rasulullah saw telah memberikan bisyarahnya kepada kita bahwa sistem kekuasaan tersebut adalah Khilafah dan junnah-nya bernama Khalifah.
Sejauh ini, kitanya saja yang ternyata masih cukup bodoh untuk tidak bersungguh-sungguh memperjuangkannya dan sementara yang lain dengan bangganya bertasyabbuh, menari-nari jahiliyyah dihari Idul Fitri dimana disaat yang sama saudara seaqidahnya di Palestina dibantai. Wallahu ‘a’lam.
TAQABBALALLAHU MINNA WA MINKUM.
MINAL ‘A’IDIN WAL FA’IZIN.
KULLU ‘AM WA ANTUM BI KHAIR
EID FITR MUBARAK 1446 H.