Jiwa Muda Menyala, Tawuran Makin Membara

 


Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd (Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Saat ini, banyak kejahatan remaja terjadi di lingkungan sekitar. Salah satu bentuk kenakalan remaja yang kian meresahkan adalah tawuran, yang jumlah korban dan pelakunya terus meningkat. Anak-anak remaja membuat onar di depan rumah warga di Jalan Medan Tenggara (Menteng), Kecamatan Medan Denai, seperti yang terjadi bulan lalu. Warga mengaku resah dengan ulah para remaja yang melakukan aksi tawuran tersebut sekira pukul 02.40 WIB, hingga membangunkan warga yang sedang istirahat. Para remaja tersebut saling serang di tengah jalan tanpa memperhatikan orang-orang yang tinggal di sekitar mereka. (Tribunnews.com, 11—09—2024)

Kondisi remaja yang terlibat dalam tawuran juga lebih sering meminum minuman keras dan narkoba untuk membuat mereka merasa aman dan tenang saat melakukan tindakan sehingga tidak merasa ketakutan. Di samping itu, senjata tajam seperti parang, celurit, belati hingga golok dan kayu panjang banyak ditemukan di tempat kejadian. Maraknya tawuran terjadi bukan hanya karena menyalanya jiwa muda di dalam dada para pemuda. Justru maraknya tawuran tidak luput dari tertancapnya pemahaman sekuler liberal di dalam kehidupan masyarakat. Pemahaman sekuler telah berhasil membuat masyarakat tidak memahami agamanya.

Semua tindakannya didasarkan pada akal semata. Asas manfaat berfungsi sebagai tolok ukur perbuatan, dan materi berfungsi sebagai standar kebahagiaannya. Inilah yang menyebabkan kehidupan manusia makin buruk. Jika tawuran terjadi berulang kali, itu bukan lagi fenomena kebetulan atau kesalahan individu; itu adalah kesalahan sistemis yang harus ditangani untuk menemukan sumber masalahnya. KPAI melaporkan banyak kasus kekerasan melibatkan siswa dan pendidik, termasuk tawuran antar remaja. 

Kegagalan Sistem Sekuler

Selain itu, ada masalah lain yang menambah panjangnya daftar masalah pendidikan negara ini. Kegagalan sistem pendidikan sekuler ditunjukkan oleh tawuran dan pergaulan bebas remaja. Dekadensi moral, kehilangan identitas, dan kepribadian yang labil adalah ciri-ciri generasi saat ini. Tidak ada sebab tanpa akibat. Tawuran pelajar hanyalah akibat dari sebab. Penyebabnya ada dua, yaitu faktor internal dan eksternal. 

Faktor internal adalah kehilangan identitas hakiki dalam diri remaja. Identitas dan jati diri mereka sebagai hamba Allah telah dirusak oleh sistem kehidupan sekuler. Mereka hanya melihat kehidupan sebagai tempat untuk bersenang-senang. Remaja terombang-ambing dan terbawa arus oleh akidah sekuler yang menjauhkan mereka dari aturan agama. Jadilah remaja berakhlak buruk, suka bermaksiat, dan berperilaku buruk.

Selain itu, praktik sekuler menghilangkan peran mereka sebagai pemuda. Mereka hanya tahu tentang eksistensi diri untuk mendapatkan kepuasan materi. Dalam hatinya tidak ada nilai Islam, dan pikiran sekuler terus menguasainya. Akibatnya, remaja mudah frustrasi, mudah gundah, emosi tidak stabil, tidak empati, dan insecure. Tidak heran banyak remaja mengalami depresi yang menyebabkan mereka bunuh diri, seperti kasus-kasus yang viral.

Tidak hanya itu, faktor eksternal yang berupa keluarga, lingkungan dan negara juga memiliki pengaruh erat. Keluarga yang meliputi peran kedua orang tua dalam mendidik anak. Jika kedua orang tua menggunakan pola sekuler kapitalistik dalam mendidik anak, maka anak akan menjadi generasi sekuler yang hanya fokus pada dunia. Kemudian, lingkungan berfungsi sebagai pembentukan karakter generasi. Jika lingkungan di rumah dan di sekolah tidak mendukung pembentukan karakter generasi, maka pengaruh negatif akan terbentuk pada karakter generasi.

Selanjutnya, negara memiliki peran untuk menerapkan kurikulum dan sistem pendidikan yang terbaik untuk mendukung suasana keimanan dan ketakwaan pada diri generasi. Negara bertanggung jawab untuk mencegah ideologi kapitalisme sekuler yang dapat merusak kepribadian generasi. Selain itu, negara bertanggung jawab untuk menyaring dan menghindari acara televisi yang tidak mendidik generasi.

Keberhasilan Sistem Islam

Dengan demikian, sudah selayaknya umat kembali pada Islam. Islam akan mampu melindungi seluruh manusia dari segala keburukan dengan aturannya. Kenakalan remaja seperti tawuran akan diselesaikan dengan sistem pendidikan Islam terlebih dahulu, sebab pendidikan Islam tidak pernah terlepas dari paradigma Islam. Pendidikan Islam berasaskan pada akidah Islam. Asas ini mempengaruhi penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, pengembangan budaya, dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.

Pendidikan dalam Islam mencakup tiga peran penting yang berpengaruh pada perkembangan generasi. Pertama, peran penting tersebut ada pada keluarga. Keluarga adalah pilar penting dalam pembentukan generasi unggul, sebab keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Setiap keluarga akan menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam membentuk kepribadian anak agar menjadi anak yang cerdas dan bertakwa. Semua ini dilakukan di dalam keluarga agar terbentuk keimanan dan kecintaan yang tinggi pada Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian, adanya peran masyarakat yang bertakwa serta melakukan amar makruf nahi mungkar akan menjadi contoh bagi anak-anak di lingkungan, sehingga jika masyarakat baik maka individu pun menjadi baik. Ketiga, negara Islam memiliki peran yang signifikan dalam menyediakan pendidikan yang sempurna. Negara harus menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, termasuk kurikulum yang didasarkan pada akidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, tenaga pengajar profesional, dan sistem gaji yang adil untuk guru.

Selain itu, negara mengawasi sistem Islam kafah dan menghukum orang yang melanggarnya seperti tawuran, pezina, dan pelaku perbuatan buruk lainnya. Oleh karena itu, negara Islam akan memiliki kemampuan untuk menghasilkan generasi yang cemerlang dan unggul secara keseluruhan.