Mampukah Sistem Kufur Membasmi Miras?



Oleh Susan Efrina (Aktivis Muslimah)


Minuman keras (miras) adalah seluruh jenis minuman yang mengandung zat adiktif (alkohol) dan dalam pandangan Islam miras termasuk yang diharamkan. Namun, di negeri yang mayoritas Islam ini miras sangat mudah kita dapatkan. Terutama miras oplosan yang sangat mudah dijumpai. Ini terlihat dari fakta digerebeknya oleh petugas gabungan, sebuah gudang tempat pembuat minuman keras (miras) oplosan yang terletak di Jalan Kapten Sumarsono, Kecamatan Medan Helvetia.


Penggerebekan ini pun membuat kehebohan para warga sekitar dan berbondong-bondong datang ke lokasi. Menurut Dewi, salah seorang warga di sekitar mengaku terkejut dan tidak menyangka gudang itu di pakai untuk mengoplos minuman keras. “Awak tidak tahu, kalau dulu tempat kusuk lulur tapi sudah tutup ganti orang. Cuma sekarang tidak tahu tidak pernah terbuka,” kata Dewi.


Katanya, gudang yang bersebelahan dengan kosan itu sehari-hari tampak tertutup dan seperti tidak ada penghuninya. “Tidak pernah tampak (orang), tutup terus itu. Makanya kami kaget,” sebutnya (tribun-medan.com, 25/04/2024).


Miras oplosan haram, tetapi jangan lupa miras legal juga haram. Karena miras menjadi induk dari berbagai kriminalitas, baik itu pemerkosaan, kecelakaan, pembunuhan, pencurian dan sebagainya. Bahaya miras bukan hanya berdampak pada pelakunya, tetapi juga berdampak pada orang lain, masyarakat juga berbangsa dan bernegara. Kerusakan akal yang ditimbulkan mengantarkan pada kejahatan dan dosa besar.


Merajalelanya kemaksiatan dan kejahatan yang dilakukan akibat dari individu yang tidak beriman, masyarakat yang acuh pada sekitarnya serta abainya negara pada rakyatnya. Kapitalisme menyuburkan miras, karena paham sekulerisme yang telah memisahkan agama dari kehidupan. Halal haram tak dijadikan fondasi aturan dalam berbuat, tetapi keuntungan materilah yang terus membelenggu para penguasa. Sehingga miras dianggap sebagai komoditas.


Standar masyarakat sekuler bukan halal haram, melainkan  legal atau ilegal saja. Sistem kapitalisme menilai boleh tidaknya melakukan sesuatu perbuatan itu berdasarkan asas manfaat/untung rugi. Semua menjadi boleh ketika ada manfaat/keuntungan yang di dapat walau harus bertentangan dengan syariat Islam. Di dalam sistem Islam segala jenis miras akan dilarang karena diharamkan oleh syariat. 


Siapa saja yang mengonsumsi khamr akan dilaknat dari Allah Swt. ini diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Khamr atau minuman keras itu telah dilaknat zatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang diminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang diminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya.” (h.r. Ahmad).


Sistem Islam menyelesaikan masalah miras ini dengan melakukan pembinaan melalui pendidikan untuk menanamkan akidah dan menjadikan kepribadian Islam pada diri masyarakat. Sehingga masyarakat sadar bahwa miras dan sejenisnya yang memabukkan adalah haram untuk di konsumsi, karena akan menimbulkan banyak kemudaratan.


Pemberantasan miras tidak akan pernah tuntas diselesaikan  jika masih menerapkan  sistem sekuler kapitalisme. Allah Swt. telah menurunkan rahmat-Nya berupa aturan Islam yang sempurna sebagai solusi dalam mengatasi setiap permasalahan yang terjadi pada makhluk-Nya, termasuk dalam masalah miras. 


Apa pun jenis mirasnya, dalam pandangan Islam tetap haram. Bagi peminum miras akan ada sanksi tegas berupa hudud, yaitu di cambuk 40 kali atau 80 kali, sedangkan sanksi bagi pihak yang tidak meminum miras berupa takzir. Bentuk dan kadar sanksi diserahkan kepada khalifah sesuai syariat.


Namun, bagi produsen mendapatkan sanksi yang lebih berat dari pada para peminum miras, karena produsen telah membuat kerusakan serta kemudaratan bagi manusia. Semua sistem sanksi dalam Islam akan memberikan efek jera bagi para pelaku kemaksiatan. Hanya dengan menerapkan  sistem Islam yang kafah, maka permasalahan yang terjadi ini akan tuntas sampai ke akar masalahnya.


Wallahualam bissawab.