Gen Z Menganggur, Negara Gagal Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Oleh Endah Sefria, SE (Pemerhati ekonomi)
Pemerintah terbukti gagal dalam menyelesaikan permasalahan pengangguran di negeri ini. Angka pengangguran di Indonesia mencapai jumlah yang cukup tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), TPT atau persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 5,32 persen yang berarti ada 7,86 juta pengangguran per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja (detik.com, 30/04/2024).
Masalah pengangguran sangat erat kaitannya dengan kemiskinan dan kemiskinan berkaitan erat dengan tingkat kriminalitas. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, bicara mengenai data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada 9,9 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun (kumparan.com, 20/05/2024).
Permasalahan ini dipicu dari beberapa faktor, pertama pemerintah membuat peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat. Misalnya saja, PP No. 34 Tahun 2021 tentang penggunaan tenaga kerja asing. Kehidupan yang semakin sempit dengan sulitnya rakyat mendapatkan lapangan pekerjaan, pemerintah malah "welcome" terhadap tenaga kerja asing. Dalam sistem kapitalis liberal, hal ini sangat wajar. Karena siapa yang kuat dan siap bersaing, maka dia yang akan bertahan.
Dalam sistem ekonomi liberal, akan kita dapati pemerintah yang lepas tangan terhadap kebutuhan rakyatnya. Para korporat akan dilindungi negara dengan UU Omnibus law yang menganaktirikan pekerja atau buruh, semisal penggunaan outsourcing yang bisa saja setiap saat akan diberhentikan jika perusahaan menginginkan PHK dan sayangnya tanpa pesangon. Di tengah kesulitan rakyat pribumi mencari pekerjaan, malah tenaga kerja asing dapat karpet merah untuk bekerja bahkan di posisi-posisi yang baik dan strategis dengan gaji yang besar di atas UMR atau upah minimum kerja.
Kedua, latar pendidikan yang tidak sejalan dengan permintaan pasar. Bahkan hari ini biaya pendidikan tergolong tinggi. Untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi harus siap menyiapkan dana yang besar. Banyak di antara rakyat pribumi putus sekolah, atau hanya bisa mengenyam pendidikan di tingkat SD atau SMP saja. Padahal, pasar membutuhkan pekerja yang memiliki keahlian dibidangnya. Pendidikan yang tidak dijadikan sebagai kebutuhan dasar menjadikan sumber daya manusia lemah dan tidak kompatibel. Cara berpikir orang yang mengenyam pendidikan dengan orang yang tidak mengenyam pendidikan adalah berbeda. Ditambah tidak memiliki pemahaman agama yang benar, menjadikan sumber daya manusia semakin terbelakang.
Ketiga, lapangan pekerjaan yang terbatas. Mental "pekerja" SDM kita lebih membekas daripada berani melakukan hal-hal baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Hal ini kembali lagi karena memang tidak ada dukungan dari pemerintah. Lihat saja para UMKM banyak yang gulung tikar karena bebasnya barang-barang impor masuk ke dalam negeri mengalahkan produk dalam negeri. Masalah lain yaitu kurangnya modal serta tingginya pajak yang dikutip negara bagi pelaku usaha menyebabkan para UMKM mengeluh untuk sekedar bertahan.
Islam Mengentaskan Pengangguran
Islam mewajibkan laki-laki sudah balig yang mampu untuk bekerja. Allah Swt. berfirman "Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makanlah sebagian dari rezeki-Nya" (TQS. Al-Mulk ayat 15).
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Salah satu di antara kalian pergi pagi-pagi mengumpulkan kayu bakar, lalu memikulnya dan berbuat baik dengannya (menjualnya), sehingga dia tidak lagi memerlukan pemberian manusia, maka itu baik baginya daripada dia mengemis pada seseorang yang mungkin memberinya atau menolaknya.” (h.r. Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Pengangguran yang terjadi saat ini di Indonesia bukanlah disebabkan oleh kemalasan secara individual. Namun, pengangguran ini terjadi diakibatkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan negara gagal dalam menyejahterakan rakyat padahal potensi itu semisal sumber daya alam yang melimpah. Sungguh seorang pemimpin negara dalam Islam adalah benar-benar sebagai pemelihara bagi rakyatnya. Seorang pemimpin negara hendaknya belum merasa tenang hatinya selama di tengah kehidupan rakyatnya masih ada kemiskinan dan pengangguran.
Hari ini kita harus menerima doktrin mengenai konsep penanaman modal asing sebagai sumber modal bagi pembangunan dan membuka lowongan pekerjaan untuk tenaga kerja asing. Namun ternyata, tidak sejalan dengan angka penyerapan tenaga kerja pribumi. Bahkan harta kepemilikan umum, seperti tambang-tambang yang seharusnya mengalirkan kekayaan berlimpah kepada negara justru diserahkan pengelolaannya kepada asing dan juga tenaga kerja mereka. Dari sini jelas bahwasanya kekayaan alam kita seolah-olah dirampok dari negeri kita sendiri, sementara kita tidak menerima kompensasi kecuali hanya secuil saja.
Sedangkan Islam mengharamkan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada asing karena sebagai harta kepemilikan umum. Negara berhak untuk mengelolanya sendiri dan membuka lapangan pekerjaan untuk rakyatnya dalam pengelolaannya. Islam juga menetapkan beberapa hukum terkait dengan tanah. Misal, tanah yang tidak ditanami selama tiga tahun akan ditarik oleh negara. Hal ini akan mendongkrak empunya tanah untuk tetap memproduktifkan tanahnya.
Warga negara juga boleh menghidupkan lahan mati seluas yang dia mampu untuk mengelolanya. Sehingga rakyat mandiri dan produktif tanpa negara "nina bobokkan" rakyat dengan hanya memberikan bantuan langsung saja. Usaha anak muda bangsa akan dilindungi dengan tidak berlakunya pasar bebas yang bisa merusak pasar dalam negeri. Jelas dalam Islam negara sebagai pengurus rakyatnya. Ini bisa terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara paripurna termasuk sistem ekonominya.
Wallahualam bissawab.