Korupsi Menggurita dalam Kapitalisme

 


Oleh: Widya Syafitri (Aktivis Muslimah)

Dakwahsumut.com,- Kembali terjadi kasus tindakan korupsi di wilayah Sumut yaitu dugaan korupsi pembangunan Jalan Silangit-Muara yang dilaksanakan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah II Sumut tahun anggaran 2019 yang diungkap oleh Kejaksaan Negeri Sumatera Utara. Negara mengalami kerugian yang cukup besar senilai Rp.466.337.818 dalam kasus ini. Ada tiga tersangka dalam kasus ini yang telah ditetapkan oleh Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan yaitu Irganda Siburian, Horas Napitupulu pengawas lapangan dari PT. Multi Phi Beta, dan Lindung Pitua Hasiholan Sihombing direktur dari PT. Dinamala Mitra Lestari. (Kompas.com, 21/07/2023)

Setelah ditetapkan para tersangka, langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan sampai tanggal 9 Agustus 2023 yang berada di Rumah Tahanan Negara Klas I Tanjung Gusta Medan. Dari kasus ini ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Memang dalam pandangan kapitalisme, modal yang rendah dengan capaian profit tertinggi adalah hal yang biasa. Di suatu negara penganut kapitalisme pun menggunakan perputaran roda bisnis sebagai format perusahaan dalam pelaksanaan pembangunannya. Sehingga semangat dalam menjalankan amanah pembangunan untuk kepentingan publik tidak dijadikan landasan dalam berjalannya suatu proyek infrastruktur. Akibatnya, rakyat menganggap hal yang wajar jika harus membayar tol, tiket transportasi umum, bahkan retribusi masuk terminal atau pelabuhan jika ingin menggunakannya. Sebab itu semua sebagai tarif dalam rangka bisnis para kapital.

Adapun fluktuasi perdagangan minyak yang di buat untuk menghalalkan kenaikan harga BBM dan tarif listrik yang kedua nya berfungsi sangat vital bagi kepentingan publik. Wajarlah jika hubungan penguasa dengan rakyat semakin nyata sebagai penjual dan pembeli. Hal ini membuktikan bahwa hubungan tersebut adalah hubungan yang zalim. Berdasarkan hal ini, maka sudah seharusnya kita meninggalkan kapitalisme dengan berbagai produk kezaliman nya. Kita membutuhkan pandangan ideologi baru untuk mengelola urusan publik, tidak terkecuali hal yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan berbagai fasilitas umum. Dan pandangan ideologi baru tersebut hanya ada pada wujud ideologi Islam khususnya melalui penerapan sistem ekonomi Islam.

Dalam Islam, perencanaan pembangunan bukan sekadar reputasi maupun modernisasi negara yang berbuah kezaliman pada rakyat seperti yang terjadi dalam negara berideologi kapitalisme, tetapi perencanaan pembangunan dilakukan untuk kebutuhan rakyat semata. Pemerintah dalam sistem Islam (Khilafah) akan mengatur hal yang menjadi prioritas pembangunan tersebut. Infrastruktur benar-benar akan di bangun terlebih dahulu hanya berdasarkan kebutuhan rakyat, jika ditemui suatu infrastruktur yang tidak urgen bagi masyarakat maka pembangunannya ditunda.

Misalnya dibangunlah infrastruktur jalan di daerah pelosok atau perdesaan untuk memudahkan masyarakat dalam beraktivitas. Tidak hanya itu pemerintah juga akan menyediakan sarana transportasi umum untuk memudahkan dan meminimalkan bahaya bagi masyarakat ketika negara menyediakan fasilitas umum yang memadai. Semua ini bisa terlaksana jika negara menerapkan sistem Islam (Khilafah) dengan dipimpin oleh Khalifah. Hal ini pun di perkuat dengan hadis riwayat Muslim dan Ahmad bahwa Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.

Maka, wujud pelayanan penguasa pada rakyat salah satu nya adalah dengan menyediakan fasilitas umum yang memadai. Dengan demikian, keberadaan fasilitas yang disediakan negara berstatus kepemilikan umum dan penguasa haram untuk memungut biaya pada fasilitas tersebut. Kemudian penguasa tidak boleh membiarkan swasta dan individu untuk mengambil kepentingan dari pembangunan infrastruktur milik mereka. Penguasa langsung bertindak dengan membeli atau mengganti biaya bahan material serta pembangunan yang dilakukan swasta dan individu sehingga infrastruktur tersebut dapat diposisikan untuk kepentingan rakyat secara gratis.

Begitu luar biasanya sistem yang diterapkan di dalam Islam hingga mampu menutup berbagai celah bisnis pada layanan publik dengan segala mekanisme dan perencanaannya. Sebab Khalifah dan para pejabatnya sangat memahami amanah masing-masing yang satu sama lain punya tanggung jawab terhadap jabatannya di akhirat kelak. Kemudian, cara untuk memberangus korupsi dalam sistem Islam adalah dengan memberikan sistem penggajian yang layak bagi seluruh pegawai, setiap muslim harus memahami bahwa menerima suap hukumnya haram, melakukan perhitungan kekayaan para pegawai pemerintahan secara berkala, masyarakat sebagai pengawas bagi pegawai pemerintahan, setiap pemimpin harus memiliki keteladanan masing-masing dan mereka harus memahami bahwa Islam memiliki hukuman yang setimpal bagi para pelaku korupsi. Dengan demikian, sudah seharusnya negeri ini kembali pada sistem Islam (Khilafah) yang mampu menyelesaikan segala permasalahan di dunia.