Praktik Perdukunan, Dinilai sebagai Persoalan yang Meresahkan

 

Dakwahsumut.com, - Membahas tentang perdukunan, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda, menegaskan hal ini sebagai persoalan yang meresahkan.

“Ini lebih mengarah kepada dukun sehingga praktek perdukunan harus kita lihat sebagai sesuatu yang meresahkan,” tuturnya dalam Kabar Petang: Viral Spanduk Tuyul, ini Respon Kyai, Senin (12/6/2023) di kanal YouTube Khilafah News.

Ia menuturkan, praktek perdukunan ini dianggap sebagai sebuah problem yang serius. Sehingga warga harus menulis kegelisahannya itu dengan spanduk, yang merupakan wujud  dari aspek ketergelisahan dan meresahkan terkait dengan hilangnya barang ataupun uang yang dimiliki oleh warga. "Jadi satu hal yang pertama tentang spanduk dan yang kedua adalah tentang tuyul. Dalam hal ini dipahami sebagai aktivitas sihir dengan menggunakan jin," ujarnya.

Melihat perkembangan di dunia tersebut, ia mengatakan, yang dikategorikan tuyul itu tidak diadopsi oleh pemiliknya, sebagaimana seseorang yang mengadopsi anaknya. "Kalau kita lihat ada penyediaannya atau ada yang mengarahkannya. Dan inilah yang diarahkan oleh dukun atau orang pintar. Ini lebih mengarah kepada dukun sehingga praktek perdukunan inilah yang harus kita lihat sebagai sesuatu yang meresahkan,” ujarnya.

“Mereka datang ke dukun, mereka meminta tips bagaimana cepat selesai dari masalah. Salah satu caranya adalah memelihara tuyul ataupun pesugihan yang lain, datang ke tempat-tempat keramat, ke gunung tertentu, mereka datang ke punden-punden, atau makam-makam. Kemudian melakukan ritual-ritual tertentu, bahkan mereka juga ada yang melakukan ritual seksual bukan pasangan suami istri yang tidak sah,” bebernya.

Dan itu, menurutnya, menjadi syarat untuk mendapatkan apa yang diinginkan, mendapatkan jimat atau apa yang menjadikan dia itu bisa sukses untuk menaikan usaha.

"Jadi ini persoalan yang tentu didukung oleh pemerintah. Terbukti tempat-tempat itu ramai pada hari tertentu. Dan ini problem, tidak hanya problem cultural tetapi juga politik yang seharusnya dilihat oleh negara,” pungkasnya. [] Abi Bahrain