Kisruh Lapangan Johor Sejati: Warga vs Pemerintah Kota
Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)
Sejatinya sepak bola merupakan olahraga yang memberikan hiburan tersendiri bagi masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan, di mana lapangan sepak bola merupakan objek yang dijadikan tempat menghilangkan penat, dan juga tempat berkumpulnya warga yang akan melakukan aktivitas bermain bola. Namun, apa jadinya ketika tempat atau lapangan yang selama ini sudah diklaim milik warga, alih-alih kepemilikan lahan lapangan sepak bola tersebut diklaim oleh Pemko Medan?
Baru-baru ini warga Jalan Karya Kelurahan Pangkalan Mansyur Medan dikejutkan dengan adanya pamflet yang menyatakan bahwa lapangan sepak bola sejati yang selama ini sudah diklaim milik warga, diklaim oleh Pemko Medan sebagai aset pemerintah. Klaim yang dilakukan oleh Pemko Medan ini diperkuat dengan memasang pamflet dan melakukan penertiban di lapangan.
Penertiban lapangan sepak bola Sejati ini menurut keterangan ketua Persatuan Olahraga (POR) selaku pengelola lapangan olahraga tersebut menyatakan bahwa pihak Pemko Medan beserta aparatnya dalam melakukan penertiban bertindak sangat arogan, dengan mengerahkan ratusan Satpol PP mereka menghancurkan yang ada di lokasi dengan membabi buta. Menurut Hans selaku ketua POR, seharusnya Pemko Medan sebelum melakukan penertiban setidaknya melakukan sosialisasi terlebih dahulu baru melakukan penertiban ujar beliau (tribun medan, 10/05/2023).
Lapangan sepak bola ada di Jalan Karya Kelurahan Pangkalan Mansyur sejarahnya menurut keterangan salah satu warga setempat Sunyoto, lapangan tersebut merupakan lahan yang diserahkan pemerintah Belanda kepada masyarakat setempat dan pada masyarakat setempat dijadikan lapangan sepak bola, dan pengelolaan lapangan tersebut dilakukan sejak tahun 1946 dan klaim kepemilikan lahan lapangan sepak bola yang memiliki luas lebih kurang 8000 m atas nama masyarakat diperkuat berdasarkan surat No. 022/49 lbr. Pangkalan Mansyur 11 Desember 1949 dan surat No. 0184/49 lbr. Pangkalan Mansyur 11 Desember 1949 dan pengelolaan lapangan Sejati sesuai SK Kemenhumkam RI No. AHU 0074332 A.H.07 tahun 2017.
Penertiban untuk pengambilalihan lahan sepak yang diklaim milik warga Jalan Karya Kelurahan Pangkalan Mansyur oleh aparat Pemko Medan dengan arogan tanpa sosialisasi terlebih dahulu dengan membicarakannya secara baik-baik dengan warga, ini menunjukkan sikap para pejabat tak jauh berbeda dengan preman pasar yang sedang merampas tanpa membicarakan terlebih dahulu kepada warga setempat beserta para pengurus pengelola lapangan sepak bola Sejati.
Inilah contoh buruk dari penerapan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Watak dan sikap pemimpinnya jauh dari norma-norma agama karena agama dijauhkan dari sendi-sendi kehidupan di tengah masyarakat sehingga ketika pemimpin akan membuat kebijakan atas dasar kepentingan materi dan bisa mencederai perasaan rakyat, mereka tidak takut akan murka sang pemilik kekuasaan yaitu Allah Swt. karena aturan dan wewenang jabatan tidak memakai aturan dari Sang Pemilik Kekuasaan, maka mereka akan melakukan kebijakan sesuai dengan kepentingan individu dan oligarki yang bisa menguntungkan secara besar.
Seperti halnya dengan kasus lapangan sepak bola Sejati yang berada di Jalan Karya Kelurahan Pangkalan Mansyur Medan, dengan mengklaim lapangan sepak bola tersebut berdasarkan surat keterangan tanah No. 593/21/SKT/PM/2010 tanggal 31 Mei 2010, dengan klaim kepemilikan lahan lapangan bola menjadi aset Pemko Medan, maka pemerintah kota Medan akan merevitalisasi lahan tersebut dengan membangun berbagai sarana yang bisa meningkatkan pendapatan pemerintah.
Pengambilalihan lahan yang sepak bola yang selama ini dikelola masyarakat oleh Pemko Medan ini tentu saja sangat mencederai perasaan rakyat. Lagi-lagi ini membuktikan rezim kapitalis tidak bisa memberikan perlindungan dan kasih sayangnya terhadap rakyat dalam menyelesaikan suatu perkara. Berbeda dengan Islam, dalam Islam pemimpin dalam mengambil keputusan tidak akan bertindak arogan. Dalam mengambil kebijakan Khalifah akan mencari akar masalah terlebih dahulu dengan mengutus para pejabat yang berwenang dalam menyelidiki perkara yang terjadi.
Apabila penyebab perkara tersebut sudah dapat diketahui, maka Khalifah baru akan mengambil keputusan karena setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpin tentunya kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban, seperti halnya yang disampaikan oleh Rasulullah saw. yang berbunyi, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (h.r. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka itu, dalam Islam pemimpin dipilih berdasarkan ketaatannya kepada hukum syarak, oleh sebab itu dalam sistem Islam jarang ditemukan pemimpin yang berakhlak buruk.
Wallahualam bissawab.