Harga Telur Melambung Tinggi, Kapitalisme Berpihak Pada Korporasi

 




Oleh Retno Purwaningtias
(Pegiat Literasi)

Harga telur terus melambung, tentu saja hal ini membuat emak-emak panik dan bingung. Kenaikan harga telur salah satunya dipicu oleh adanya peningkatan kebutuhan dan pesanan nasi bungkus dan rames di masa pendaftaran bakal calon legislatif bulan Mei lalu. (cnnIndonesia.com, 15/05/2023).

Kenaikan itu juga disebabkan karena lonjakan harga pokok pakan dari pabrik. Senada dengan ini, Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Rofi Yasifun menyebutkan kenaikan harga telur karena biaya produksi yang tinggi.

Telur merupakan bahan pokok yang jika mengalami kenaikan akan menyebabkan multiplier effect baik bagi masyarakat umum untuk konsumsi maupun dunia industri terutama UMKM.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan ada dua perusahaan yang menguasai industri unggas dari hulu hingga hilir. Perusahaan itu merupakan perusahaan peternakan unggas besar yang terintegrasi. Perusahaan ini menguasai mulai dari produksi, pakan, daily old chick (DOC), sapronak, budidaya ayam, budi daya telur sampai produk olahan. Sehingga wajar jika perusahaan ini bisa memainkan harga, dan menyebabkan kerugian bagi peternak kecil.

Tingginya harga pakan ternak berpengaruh besar pada biaya produksi peternak ayam layer, karena kebutuhan pakan ternak ayam layer lebih besar dibandingkan kebutuhan pakan ternak ayam pedaging.

Tentu saja hal beban produksi pakan ternak yang tinggi sangat berpengaruh pada naiknya harga telur, agar peternak tidak mengalami kerugian.

Di sisi lain bahan dasar utama pakan ternak dari jagung, yang sebagian besar didapat dari impor, sehingga harganya semakin banyak dikendalikan oleh importir semakin menambah pelik persoalan harga pakan ini.

Bahkan faktanya produksi jagung negeri ini dikuasai oleh perusahaan integrator. Tidak hanya harga pakan ternak yang tinggi, bahkan peternak juga harus membeli DOC dan sapronak dengan harga yang tinggi karen di kuasai oleh perusahaan, dengan ongkos produksi yang serba tinggi mau tidak mau maka harga jual telur juga harus naik.

Alhasil, emak-emak pun bingung karena harga pangan pokok protein tinggi ini menjadi selangit dan tidak terjangkau lagi. Begitu juga para pelaku UMKM yang mengunakan telur sebagai bahan baku pruduk makanannya maka harus rela untuk berhenti berproduksi karena harga telur yang tidak terjangkau lagi.

Akhirnya peternak pun ikut merugi karena banyak masyarakat yang akhirnya memutuskan untuk tidak membeli telur, akhirnya telur yang ada di peternak tidak terserap karena menurunnya daya beli masyarakat. Sudah banyak pihak yang mengeluhkan  akan kerugian yang ditimbulkan dari praktek monopoli dan oligopoli dari Industri unggas.

Bahkan Asosiasi Peternak Ayam Rakyat Indonesia (Aspasi), sudah pernah melaporkan dugaan praktek monopoli dn oligopoli perusahaan yang terintegrasi dalam usaha budi daya ayam kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Hal ini menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan menyebabkan harga pangan tidak stabil karena dikendalikan korporasi. Namun praktek semacam ini tetap berlangsung bahkan semakin kuat.

Meskipun sudah jelas keberadaan monopoli dan oligopoli telah merugikan banyak pihak, namun pemerintah tidak mampu menghentikan praktek seperti ini, karena negara dalam sistem kapitalis hanya berperan sebagai regulator antara kepentingan rakyat dengan kepentingan swasta.

Bahkan tidak jarang pemerintah berpihak pada kepentingan pemilik modal sebagaimana kebijakan peternakan yang kian hari kian berpihak pada korporasi.

Seperti  UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, misalnya, dibolehkan bagi perorangan atau badan hukum menjalin kerja sama dengan asing. Ini membuat makin semrawutnya lalu lintas peternakan. Makin mengokohkan mafia yang menguasai industri peternakan mulai dari hulu hingga ke hilir.

Islam telah memberikan pengaturan paripurna dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok warga negaranya. Negara akan menjamin kestabilan harga makanan pokok termasuk harga telur yang merupakan sumber protein tinggi yang mudah diperoleh rakyat. Negara akan mengatur produksi, distribusi kebutuhan pokok agar dipastikan bisa dinikmati oleh setiap individu rakyat.

Negara juga menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan, sekaligus menjaga terjaganya bahan-bahan yang dibutuhkan rakyat agar tidak tergantung pada swasta atau impor, sehingga swasembada pangan akan diusahakan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Negara juga akan mencegah praktek monopoli dan oligopoli dalam berbagai usaha di tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi yang memainkan harga yang dilakukan oleh para korporasi yang merugikan rakyat. Dengan pengaturan yang tegas negara akan menjamin kestabilan penyediaan pangan dan pemenuhan pangan bagi rakyatnya.

Karut marut kenaikan harga ini adalah buah dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis yang dengan jumawanya mengambil kebijakan menggunakan mata uang kertas (fiat money), menerapkan sistem finansial yang berbasis riba, menyemarakkan pasar saham yang bersifat spekulatif, serta liberalisasi perdagangan dan investasi.

Hal-hal tersebut tentu nya tidak akan terjadi jika negara ini mengadaposi sistem Islam. Di dalam Islam, negara wajib mengadopsi standar mata uang emas dan perak. Dengan demikian uang yang beredar baik dalam bentuk emas dan perak, ataupun mata uang kertas dan logam yang ditopang oleh emas dan perak, nilainya ditopang oleh dirinya sendiri.

Dengan kata lain, nilai nominalnya ditentukan oleh harga komoditas yang menjadi fisik atau penopangnya (intrinsic value). Kondisi tersebut membuat pemerintah tidak bebas memproduksi uang yang beredar.

Ia hanya dapat menambah jumlah uang subtitusi baik kertas ataupun logam sejalan dengan peningkatan cadangan emas dan perak yang dimiliki negara. Kegiatan spekulasi oleh para spekulan untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut menjadi sangat berat. Pasalnya, yang mereka spekulasikan sejatinya adalah emas dan perak.

Untuk aspek finansial, di dalam kehidupan Islampun, riba telah diharamkan secara tegas di dalam al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu, negara tidak akan mengeluarkan kebijakan atau melakukan tindakan yang mengandung unsur riba seperti melakukan pinjaman ke Bank Dunia atau IMF.

Kegiatan bisnis yang mengandung riba baik oleh institusi maupun perorangan dianggap sebagai kegiatan yang ilegal yang pelakunya diberi sanksi oleh negara. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, selain perbankan dan penerbitan obligasi, pasar saham menjadi salah satu sumber modal perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT).

Perdagangan di pasar ini selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat fundamental juga dipengaruhi faktor-faktor yang bersifat spekulatif. Bahkan aspek spekulasi sangat dominan di pasar ini.

Dengan adanya liberalisasi investasi, investor dapat menyerbu dengan mudah pasar saham satu negara dan sebaliknya mereka dapat membuat indeks saham negara tersebut anjlok hanya karena suatu isu yang belum pasti.

Sedangkan di dalam Islam, perusahaan yang mengeluarkan saham yang diperdangkan di pasar modal yakni perseroan terbatas (PT) itu adalah sesuatu yang dilarang. Sehingga saham yang berasal dari PT juga menjadi haram diperdagangkan. Keharaman PT adalah karena akad (kontrak) pendiriannya bertentangan dengan konsep akad kerjasama bisnis (syirkah) dalam Islam.

Faktor lain yang menjadi penyebab melemahnya rupiah dewasa ini adalah liberalisasi perdagangan dan investasi. Dalam pandangan Islam kebijakan liberalisasi ekonomi diharamkan. Sektor perdagangan luar negeri seluruhnya harus terikat pada hukum syariah dan diawasi oleh negara.

Sebagai contoh, tidak semua negara luar boleh melakukan transaksi perdagangan. Islam melarang hubungan dagang dengan negara-negara yang berstatus kafir harbi fi’lan, negara yang sedang berkonfrontasi dengan Negara Islam. Barang-barang tertentu yang oleh negara dipandang dapat memperkuat negara-negara kufur dalam memerangi kaum Muslim dilarang untuk diekspor.

Lebih dari itu, Islam mendorong agar negara dapat menjadi negara yang mandiri dan melarang ketergantungan yang dapat mengakibatkan negara-negara kafir menjajah negara tersebut.

Oleh karena itu barang dan jasa yang esensial seperti pangan, energi, infrastruktur dan industri berat harus mampu dihasilkan secara mandiri.
Kemandirian dan produktivitas yang tinggi akan mendorong negara menjadi negara eksportir barang dan jasa yang bernilai tinggi.

Hal ini tentu saja akan memberikan keuntungan berupa peningkatan cadangan devisa yang dapat dipergunakan dalam banyak hal untuk membangunan kekuatan negara.

Solusi yang tidak kalah penting dari kewajiban negara dalam menerapkan mata uang emas dan perak, mengharamkan sistem finansial yang berbau riba, meninggalkan aktifitas pasar saham yang spekulatif, serta meniadakan liberalisasi perdagangan dan investasi adalah negara juga berkewajiban menjaga ketersediaan barang bagi masyarakat serta mengatur pendistribusiannya supaya tetap lancar di pasaran. Yaitu dengan cara melarang dan menindak para penimbun barang.

Dengan melihat semua keterpurukan yang terjadi saat ini, maka sudah sepatutnya para penguasa, untuk tulus bersungguh-sungguh membawa bangsa ini keluar dari bobroknya sistem kapitalis. Yang telah terbukti tidak mampu memberikan solusi yang memuaskan akal dan menentramkan hati.

Sudah saatnya kita kembali menerapkan hukum buatan Allah Swt. melanjutkan kehidupan Islam, yang sepanjang lebih dari seribu tahun lamanya telah tecatat dalam tinta emas sejarah dunia mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Wallahualam bissawab.