DIREKTUR IJM: PERPANJANGAN MASA JABATAN KADES BERPOTENSI MUNCULKAN DAMPAK BURUK

 




Dakwahsumut.com, - "Dalam kungkungan sistem demokrasi liberalistik bernuansa oligarkis seperti saat ini, perpanjangan masa jabatan Kades berpotensi memunculkan dampak buruk," ujar Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana dalam Program Aspirasi: Gagasan PDIP Soal Perpanjangan Masa Jabatan Kades Berpotensi Bahayakan Negara? di kanal YouTube Justice Monitor, Sabtu (10/6/2023).

Ia melihat potensi dampak buruk yang bakal muncul bila masa jabatan Kades diperpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun. "Maka bagaimana akan menjadi kualitas kinerja Pemerintah Desa dalam melayani masyarakat. Ini sangat dikhawatirkan. Enam tahun menjadi sembilan tahun. Tingkat korupsi ini saja sudah sangat besar ketika 6 tahun, apalagi kalau diperpanjang menjadi 9 tahun," ungkapnya.

Ia mengatakan, hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP Perjuangan merekomendasikan perpanjangan masa jabatan kepala desa dalam satu periode dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Namun tentu periode kepemimpinannya dikurangi dari 3 menjadi dua kali. Masa jabatan kepala desa (Kades) yang didorong berubah menjadi 9 tahun oleh PDI Perjuangan dinilai sebagian pengamat sarat kepentingan politik Pemilu 2024.

“Sebagian pengamat menduga, ada harapan PDIP agar Kades mendapat keuntungan dari perubahan masa jabatan, termasuk apa yang ditawarkan PDIP agar Kades berupaya bekerja memenangkan PDIP tentunya dan wacana ini sukses terwujud jika PDIP misalnya terpilih kembali,” bebernya

Menurutnya, perpanjangan masa jabatan Kades berpotensi memunculkan dampak buruk.

Pertama, kades riskan dimobilisasi untuk kepentingan politik jika usulan perpanjangan masa jabatan dikabulkan pemerintah berpotensi membuat Kades menjadi alat transaksi politik dalam memenangkan pihak tertentu baik di Pileg maupun Pilpres tahun 2024. "Pun dikhawatirkan menjadi alat tukar untuk menghidupkan botoh politik yang siap mengamankan suara di TPS sesuai selera pihak yang diajak bertransaksi," bebernya.

Kedua, membuka keran penyalahgunaan kekuasaan negara atau abuse of power dan merusak tata kelola pemerintahan lokal. Apalagi pemerintah Desa sering disorot memiliki berbagai problematika. "Misalnya terkait dengan dana desa yang menyedot anggaran negara dengan jumlah besar di mana pemberian anggaran tersebut tidak diikuti dengan sistem pengelolaan dan pengawasan secara transparan dan akuntabel. Akibatnya, alokasi dana desa yang besar justru tidak diikuti oleh inovasi kebijakan pembangunan yang signifikan. Para Kades mestinya ikut mengevaluasi bukan justru meminta perpanjangan masa jabatan," jelasnya.

Ketiga, korupsi dikhawatirkan dengan semakin besar, masa jabatan panjang akan membuka peluang korupsi lebih besar sebagaimana pernyataan Lord Acton, ‘power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely’ (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). "Realitasnya hingga tahun 2022 terdapat 686 Kades korupsi dana desa dengan rentang masa jabatan 6 tahun saja sudah tercipta perilaku koruptif apalagi bisa diperpanjang menjadi 9 tahun," pungkasnya [] Abi Bahrain