Penista Agama Merajalela, Di Manakah Peran Negara?
Oleh Retno Purwaningtias
(Pegiat Literasi)
Lagi dan lagi. Penghinaan terhadap agama seolah tiada habisnya terjadi di negeri ini. Baru-baru ini seorang imam masjid Jami Al-Muhajir, Muhammad Basri Anwar yang terletak di Buahbatu, Kota Bandung, saat itu tengah menyetel murottal Al-Quran tiba-tiba didatangi oleh seorang pria yang diduga berkebangsaan Australia berinisial BCAA (43) meludahi mukanya kemudian berlalu begitu saja (cnnindonesia.com, 29/4/2023).
Belum lama ini juga penghinaan agama dilakukan seorang tiktoker. Konten unggahannya menuai banyak kontroversi karena dalam unggahannya itu ia sedang memakan olahan babi yang diawali dengan mengucapkan kata basmalah.
Akibat kasus ini Ia terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar. Ancaman hukuman diberikan setelah penyidik Subdirektorat V Siber Kepolisian Daerah Sumatera Selatan setelah mendapatkan bukti yang kuat untuk menjerat Lina.
Dua kasus diatas hanya sedikit dari banyaknya kasus kebelakang terkait penghinaan agama, yang jelas makin kita pertanyakan. Mengapa penghinaan agama terus terjadi ketika sudah ada undang-undang yang menetapkan sanksi pidana? Lantas bagaimana menghilangkan penghinaan agama ini?
Penghinaan agama sebenarnya bukan sesuatu yang baru terjadi di negeri mayoritas Muslim seperti di Indonesia. Sejak kasus BTP 2016 lalu terkait penghinaan QS. Al Maidah ayat 51 justru membuka pintu bagi para penista agama yang entah itu sengaja ataupun tidak terhadap agama maupun kepada para pendakwah hari ini.
Mulai dari rakyat biasa maupun public figure hari ini mudah untuk mengucapkan kalimat yang didalamnya mengandung candaan terhadap agama, Rasulullah ataupun syariat. Bahkan dipentas panggung stand up comedy -pun agama tidak dianggap tabu untuk dicandai. Sungguh ironi!
Tahun lalu bagaimana sebuah club malam Holly Wings yang menampilkan promo khamr yang mengatasnamakan Mariam dan Muhammad, tentu saja hal ini menyulut emosi umat Islam yang dianggap penistaan agama.
Hingga hari ini tidak terhitung lagi berapa banyak penistaan terhadap agama dan segala sesuatu berlabel islami tidak ubahnya sebagai lelucon bagi mereka. Sungguh rendah Islam ini jika disandingkan dengan sesuatu yang Allah haramkan.
Apa yang dilakukan Lina, sebenarnya memperlihatkan betapa rendahnya kualitas berpikir seseorang hari ini. Ingin viral namun justru memperlihatkan kebodohannya. Beginilah realita hari ini bahwa demi konten dan ketenaran seseorang rela terlihat bodoh sekalipun.
Kasus imam masjid juga bagaimana kita lihat bahwa tempat ibadah bukan lagi menjadi tempat yang “bersih” dari tindakan yang tidak menyenangkan. Negara yang katanya menjunjung nilai-nilai toleransi justru menjadi korban intoleransi itu sendiri.
Fenomena Istihza’ (mencela agama) terus tumbuh subur dalam negara demokrasi sekuler. Tidak hanya dilakukan oleh orang kafir, tetapi juga datang dari orang Islam sendiri dikarenakan beberapa faktor yaitu kebodohan karena tidak mau mempelajari Islam kafah juga faktor karena lemahnya penerapan hukuman terhadap penista agama.
Namun berbeda dengan sistem Islam tidak hanya perkara ibadah saja namun Islam mengatur sistem sanksi (uqubat) dalam menindak penista agama ini.
Dalam Al-Qur'an Allah berfirman: “Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)-nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, perangilah para pemimpin kaum kafir itu” (TQS at-Taubah [9]: 12).
Karena itu segala bentuk penistaan terhadap agama Allah seperti menabuh gendang peperangan terhadap Islam. Dalam sistem Islam, bagi mereka yang melakukan penistaan agama akan dihukumi murtad dan dia akan dihukum mati. Jika pelakunya kafir ahludz-dzimmah, dia bisa dikenai ta’zir dari khalifah ; bisa sampai dihukum mati.
Jika pelakunya kafir yang tinggal di negara kufur seperti AS, Eropa dan sebagainya, maka negara akan mengumumkan perang terhadap mereka untuk menindak dan membungkam mereka. Dengan begitu, siapapun tidak akan berani melakukan penodaan terhadap kesucian Islam.
Rasulullah SAW. sebagai kepala Negara Islam saat itu, juga pernah memerangi terhadap Yahudi Bani Qainuqa’ karena telah menodai kehormatan seorang Muslimah dan mengusir mereka dari Madinah, karena dianggap menodai perjanjian mereka dengan negara.
Tindakan tegas juga ditunjukkan oleh Utsmani di Istanbul saat merespon penghinaan kepada Nabi saw. oleh seniman Inggris. Saat itu Utsmani mengancam Inggris dengan perang jihad. Akhirnya, mereka pun tak berani berbuat lancang.
Alhasil, keberadaan negara yang dinaungi sistem Islam telah jelas melindungi kehormatan Islam beserta ajarannya, termasuk kitab suci dan Rasul-Nya.
Seperti yang ditegaskan oleh Imam al-Ghazali “kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. dan apa-apa yang tidak ada pondasinya maka dia akan runtuh sedangkan apa-apa yang tidak memiliki penjaga maka dia akan lenyap”
Wallahualam bissawab.