Kita dan Perjuangan Politik
Oleh: Marwan Rangkuti
Muqadimah
Orang yang berjuang tidak akan pernah melakukan
perjuangan dengan sungguh-sungguh, kecuali setelah mereka meyakini, memahami
lagi menyadari apa yang mereka perjuangkan. Bulatnya keyakinan, utuhnya pehamahaman,
lagi sempurnanya kesadaran atas apa yang mereka perjuangkan, akan menjadikan
mereka selalu siap mengorbankan segala apa yang ada pada diri mereka baik
harta, waktu maupun jiwa demi terwujudnya tujuan dari perjuangan tersebut.
Mereka akan seteguh batu karang dalam usaha mewujudkan
tujuan perjuangan tersebut, mereka tidak akan goyah dengan ragam tawaran yang dapat
memalingkan dari tujuan perjuangan dan mereka tidak akan gentar dengan ragam cobaan
yang dapat melemahkan perjuangan, karena sesungguhnya mereka meyakini bahwa
perjuangan tersebut telah menjadi perkara hidup dan mati bagi diri mereka.
Komitmen seperti ini juga yang tampak pada diri
Rasulullah SAW ketika beliau merintis perjuangan politik melawan hegemoni
sistem kufur pada masa itu, Rasulullah merespon tawaran para pemuka Quraisy
dengan, berkata:
وَاللهِ لَوْ وَضَعُوْا الشَّمْسَ فِيْ يَمِيْنِيْ وَالقَمَرَ فِيْ
يَسَرِيْ عَلَى أَنْ اَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَظْهَرَهُ اللهُ أَوْ
اَهْلِكَ فِيْهِ مَاتَرَكْتُهُ
“Demi Alloh, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di
sebelah (tangan) kananku dan bulan di sebelah (tangan) kiriku agar aku mau
meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya, samapai Alloh
memenangkan dakwah ini atau aku hancur karenanya” (HR. Ibn Hisyam)
Dakwah
Menuju Kebangkitan Islam adalah Perjuangan Politik
Dakwah menuju kebangkitan Islam adalah perjuangan yang
bersifat pemikiran dan politik. Bersifat pemikiran dikarenakan dakwah Islam
akan meruntuhkan berbagai pemikiran yang bersebrangan dengan Islam dan
menggantikannya dengan pemikiran yang sejalan dengan Islam. Serta bersifat politik
dikarenakan dakwah Islam merupakan perjuangan untuk mewujudkan penerapan
hukum-hukum Allah SWT dalam setiap lini kehidupan secara totalitas dengan
instrument praktisnya Khilafah.
Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah sebagai institusi
politik umat terakhir pada tahun 1924 M di Turki, beragam malapetaka
terus-menerus bersusulan menimpa umat hingga saat ini. Runtuhnya Khilafah
menjadikan umat kehilangan pelindungnya dan pengatur urusannya, sehingga umat
jatuh dalam jurang keterpurukan tak berkesudahan.
Realitas pahit ini telah membangkitkan kesadaran
setiap muslim yang mukhlis untuk melakukan perjuangan politik dan pemikiran
demi mengeluarkan umat dari keterpurukan yang mereka alami selama ini. Aktivitas
ini tentu tidak bisa dilakukan sendirian, namun harus berjama’ah sebab
perubahan yang ingin dilakukan adalah perubahan mendasar lagi menyeluruh.
Perubahan ini akan meliputi sistem yang menjadi asas bagi pemikiran, perasaan
serta peraturan yang diadopsi oleh Umat, dan kemudian menggantikannya dengan
Islam, sebagaimana dahulu yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat.
Rasulullah serta para sahabat, menempuh jalan dakwah dan
perjuangan di ranah pemikiran serta politik untuk melakukan perubahan, menuju
penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai institusi Khilafah. Maka
saat ini, perjuangan yang sama juga harus kita tempuh untuk kembali
membangkitkan umat dari keterpurukannya. Hal ini penting dari dua sisi; pertama,
karena tuntutan keimanan kita mewajibkan kita meneladani Rasulullah,
sebagaimana yang telah dipaparkan nash-nash syariah :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS. al-Ahzab: 21)
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS.
Ali Imran: 31)
… وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”(TQS.
al-Hasyr: 7)
Kedua, dalam
realitas historis hanya metode dakwah politik dan pemikiran yang digagas
Rasulullah yang telah terbukti sukses mengeluarkan Umat dari keterpurukan dan
kedzaliman, menuju kebangkitan dan kemuliaan Islam.
Memang pada saat ini kita juga melihat terdapat beberapa
gerakan-gerakan Islam yang memperjuangakan Khilafah dengan metode Islamisasi Demokrasi
ataupun dengan metode lain berupa kegiatan bersenjata. Tentu dengan barometer
al-Qur’an, al-Hadits, serta Sirah Nabawiyah, kita dapat menimbang bahwa metode
Islamisasi Demokrasi serta metode bersenjata bukanlah metode Syar’i dalam
menegakkan Khilafah.
Metode Islamisasi Demokrasi berangkat dari cara
berfikir sekedar mencari maslahat sesaat yang fasad, dikarenakan berusaha
mencari titik kompromi antara Islam dan kebatilan, jelas ini bertentangan
dengan nash syara’. Allah SWT berfirman:
وَلا
تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang
batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (TQS.
al-Baqarah: 42)
Selain itu metode Islamisasi Demokrasi
juga berpeluang, memperpanjang keberlangsungan masa transisi sistem kufur yang
akan menghabiskan energi Umat, bahkan metode ini juga berpeluang akan semakin mengokohkan
sistem kufur yang ada, padahal haram bagi kita membuka pintu-pintu kekufuran
yang dapat mengusai kaum muslimin, Allah SWT berfirman:
… وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
سَبِيلا
“dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang
kafir untuk mencelakakan orang-orang yang beriman.” (TQS. an-Nisa’: 141)
Adapun metode gerakan bersenjata dengan
tujuan meruntuhkan rezim yang lama untuk kemudian digantikan dengan Khilafah,
juga merupakan metode yang keliru. Sebab Rasulullah tidak pernah mencontohkan
hal tersebut dan Khilafah tidaklah ditegakkan diatas rasa takut, teror,
kekerasan dan paksaan, akan tetapi Khilafah ditegakkan dengan wujudnya
kesadaran dan opini umum terkait kewajiban penegakan Khilafah ditengah-tengah
umat, sehingga umat sendiri dengan kekuasaan yang ada ditangan mereka yang akan
mengganti rezim yang lama dengan Khilafah. Selain itu gerakan bersenjata
memiliki cost ekonomi yang sangat besar, rawan infiltrasi, serta berpotensi
melahirkan perpecahan sebelum, saat bahkan setelah perjuangan pergantian rezim
dilakukan.
Ruang
Aktivitas Politik
Dalam mukadimah kitab Afkaru Siyasiyyah, Syaikh Abdul
Qadim Zallum mendefenisikan politik sebagai aktifitas mengatur urusan umat,
baik dalam maupun luar negeri. Dan arti politik dalam Islam menurut Syaikh
Mahmud Abdul Karim Hasan dalam kitab at-Taghyir adalah pemeliharaan urusan
manusia dengan Islam. Dari pandangan tersebut dapat kita pahami ruang aktivitas
politik Islam sangat luas, tidak sebatas kotak suara serta kursi kekuasaan,
akan tetapi aktivitas politik Islam mencakup semua kegiatan pengurusan
kehidupan umat yang harus diperjuangkan, untuk tunduk kepada syariat Islam.
Maka siapa saja yang telah berkomitmen
dalam aktifitas politik Islam, wajib bagi mereka untuk bersungguh-sungguh dalam
mempersiapkan seperangkat pemikiran, pandangan dan hukum yang berkaitan dengan
pengurusan urusan umat, untuk diemban ditengah-tengah umat. Wajib juga bagi
mereka memahami seperangkat pemikiran, pandangan dan hukum yang akan mereka
dakwahkan tersebut, sehingga memudahkan mereka untuk memahamkan umat,
menjadikan umat mempercayakan pengurusan urusannya kepada mereka dan menjadikan
umat berkumpul disekeliling mereka serta siap untuk mereka pimpin.
Demikinlah aktivitas politik yang telah dilakukan oleh
Rasulullah beserta para sahabat terdahulu, ketika mereka menyerang
pemikiran-pemikiran, pandangan-pandangan dan hukum-hukum jahiliyah yang
diterapkan di Makkah, maka Rasulullah dan para sahabat juga mempersiapkan dan
mendakwahkan pemikiran-pemikiran, pandangan-pandangan dan hukum-hukum Islam
sebagai penggantinya .
Mengemban aktivitas politik untuk
melakukan perubahan bukanlah aktivitas sesaat, aktivitas ini membutuhkan
kontinuitas dan konsistensi dalam setiap fasenya. Aktivitas kulturisasi, interaksi
dinamis serta implementasi perasaan, pemikiran, peraturan dan hukum-hukum Islam
ditengah-tengah Umat yang telah cukup lama terkontaminasi dengan sistem thaghut
sangat membutuhkan kesabaran dan kerja keras. Bahkan tidak jarang pelaku
aktivitas politik tersebut akan mengalami ujian dan cobaan sebagaimana
pendahulu mereka yang telah menapaki jalan dakwah. Dalam hal ini, Sa’ad bin Abi
Waqash ra pernah bertutur:
قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ
الصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ مِنَ النَّاسِ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ
دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ
رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ
حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ
"Aku
bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?'
Beliau menjawab, 'Para nabi, lalu orang-orang shalih, dan kemudian orang-orang
seperti mereka. Seorang hamba akan diuji sesuai kadar agama (iman)nya. Jika
keimanannya kuat, maka cobaannya pun akan kian berat, sedangkan jika
keimanannya lemah, maka ia akan diuji sesuai kadar imannya. Tidaklah cobaan itu
akan pergi dari seorang hamba sampai ia membiarkannya (cobaan tersebut) berjalan di
muka bumi, sedangkan ia (hamba itu) tidak memiliki dosa'." (HR.
an-Nasa’i, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban, ad-Darimi, al-Hakim, dan at-Tirmidzi)
Dan cukuplah janji Alloh, bagi
mereka para pelaku aktivitas politik Islam yang istiqamah, bersabar dan teguh
di jalan dakwah, bahwasanya Alloh berjanji akan menolong mereka, Alloh
berfirman:
إِنَّا
لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
يَقُومُ الأشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari
kiamat)” (TQS. al-Ghafir/al-Mu’min: 51)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (TQS. Muhammad: 7)
Penutup
Sesungguhnya aktivitas dakwah Islam
yang bertujuan membangkitkan umat dari keterpurukannya, dengan memperjuangkan
penerapan Syari’ah secara Kaffah dalam bingkai institusi Khilafah adalah
aktivitas politik yang pokok, serta harus menjadi perkara hidup dan mati bagi
setiap muslim. Dalam aktivitas perjuangan politik ini, hanya ada dua pilihan
yakni, menang atau kalah. Dan bagi kita pilihan itu hanya menang, yang berarti
tumbangnya sistem dan rezim thaghut, digantikan dengan tegaknya Syari’ah dan Khilafah.
Sebab bila kita kalah dalam aktivitas perjuangan politik
ini, maka kita akan berada pada dua kemungkinan kondisi, yakni; pertama,
masih tegaknya sistem dan rezim thaghut, berarti kezhaliman serta keterpurukan
masih menaungi umat, sehingga kita harus kembali memulai perjuangan ini dari
awal. Adapun kondisi yang kedua, kita akan berhadapan langsung dengan
kebrutalan sistem dan rezim thaghut, yang akan menghancurkan dakwah dan para
pengembannya dengan segala cara.
Kesadaran atas pilihan-pilihan
beserta resiko dalam aktivitas politik inilah yang mendorong Rasulullah SAW dan
para sahabat bersungguh-sungguh dalam memperjungankan tegaknya Syariah dan
Khilafah. Maka sudah selayaknya bagi siapapun yang sedang menapaki perjuangan
penegakkan Syariah dan Khilafah pada saat ini, untuk bersungguh-sungguh lagi
istiqamah, sebagaimana para pendahulu mereka. Wallohua’lam.