Jihadul Kalimah, Aksi Bela Al- Qur’an
Nurma
Alwahidah
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata.” Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran
hendaklah ia mengubah dengan tanggannya; bila ia tidak mampu, ubahlah dengan
lisannya. dan kalau tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah
selemah- lemah iman.” (HR. Muslim)
Nampaknya
inilah yang menjadi salah satu penggelora semangat jihadul kalimah Aksi bela
Al- Qur’an di Kota Medan. Dilakukan
sebagai reaksi terhadap pembakaran Al-quran oleh tokoh ekstremis anti islam
pendiri gerakan sayap kanan Denmark, Rasmus Paludan. Aksi ini menghimpun
lapisan elemen masyarakat dan Ormas berkumpul menyuarakan aspirasinya atas kekecewaan
kaum muslimin. Kasus ini sejatinya memang tidak terjadi di Kota Medan, namun
sakit hati dan marahnya kaum muslim telah dipecut karena Al-quran adalah kitab
suci umat islam yang sejatinya tidak layak disangkutpautkan atas persengketaan
dan kekecewaan Rasmus paludan atas masalah nya.
Umat islam laksana satu tubuh, disatukan dengan akidah yang
sama, diikat dengan perasaaan dan aturan yang sama. Namun sayangnya belum
dibingkai dengan sistem paripurna yang menaungi tegak-tegaknya hukum islam.
Membuat mudahnya berulang kali para penista menodai ajaran islam dalam berbagai
sikap. Hilangnya perisai umat merapuhkan kondisi umat islam yang tak mampu
menggentarkan para penghinanya. Al-qur’an
sebagai sumber aturan islam di seantero bumi. Bila ini dinistakan, mengindikasi
para pembakar al-quran sedang merendahkan dan menghinakan ajaran kaum muslimin.
Jihadul kalimah dilakukan oleh peserta aksi bertitik dari Mesjid Agung kota
Medan menuju kantor DPRD dan konvoi menuju Konsulat Jenderal Denmark di Kota
Medan. Aksi berjalan dengan tertib diikuti oleh ratusan orang dari kalangan
milenial, gen X, Y bahkan kalangan baby boomers. Dikawal oleh pengamanan
langsung Polres Kota Medan mengiringi
jalannya aksi damai mulai dari titik awal, konvoi berkendara dan titik akhir. Dikatakatan
oleh seorang polwan (Mitha) bahwa aksi yang dilakukan ini terbilang aman dan
tertib. Para peserta aksi dapat kerjasama untuk diarahkan tertib dan mematuhi
aturan.
Antusiasme peserta aksi salah satunya berasal dari kota
Tebing Tinggi. Bu . Ana sapaan akrab beliau
rela datang dari Tebing tinggi dengan jarak tempuh sekitar 80 km dari
pusat kota Medan untuk ikut langsung menyampaikan aspirasinya. Jarak yang jauh
tak lantas menyurutkan semangatnya. Harapannya setelah aksi ini berlangsung
kaum muslimin bersatu dan tidak terpecah belah untuk kemuliaan islam.
Antusiame masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Ormas
Islam Sumut juga berharap agar pelaku ditindak tegas dengan hukuman yang pantas
karena ini sebagai bentuk kebencian dan penghinaan yang nyata kepada ajaran
umat islam. Pemerintah, Para Pejabat, serta Pemimpin konsulat diharapkan
mendengar kan aspirasi atas kekecewaan peserta aksi agar ini bukan hanya
sebatas Aksi bisu tanpa makna. Tak didengar dan dianggap penting apalagi
direspon untuk menindak tegas pelaku. Jangan jadikan standar ganda pada umat
islam atas kebencian rasis yang nyata. Jangan jadikan asas kebebaskan
berekspresi dan berbicara jadi alat politik untuk menyerang kaum muslimin.
Inilah kiranya awal langkah kaum muslimin menunjukkan sikapnya
yang nantinya akan menjadi hujjah dihadapan Allah SWT kelak. Bahwa kaum
muslimin Sumut Khusus nya Kota Medan tidak diam saja saat simbol islam dinista.
Awal yang sangat baik ini haruslah dilanjutkan dengan sikap kaum muslimin yang
juga secara sadar menggunakan aturan -aturan islam diamalkan dalam kehidupan.
Tak sebatas dibiarkan terlumat berganti amal kaum muslimin dengan
pemahaman-pemahaman kufur nihil nilai-nilai islam dalam kehidupan.
Antusiame masyarakat Sumut nyatanya telah bergelora untuk
membela Al-quran. Tapi akankah sejatinya penodaan ajaran islam ini akan mampu
terselesaikan? Apa solusi tuntas agar kejadian serupa tak terulang kembali?