Siyasah Syar'iyyah : Mengenal Majelis Ahlu Halli Wal'aqdi
Oleh : Tommy Abdillah
( Lembaga Studi Islam Multi Dimensi/eLSIM)
Saat ini politik yang dianggap ideal dan populer adalah Politik Demokrasi Sekuler dengan konsep Trias politik. Jhon Locke (1632 - 1704) mencetuskan konsep sharing power yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep itu dimaksudkan untuk menyeimbangkan kekuasaan dan menghilangkan kekuasaan absolut sistem monarki.
Euforia demokratisasi tak terlepas dari hasil kampanye negara super power Amerika serikat beserta sekutunya terhadap dunia Islam. Bahkan mantan Presiden Amerika Serikat George Bush pernah mengatakan bahwa negara yang tidak menerapkan sistem Demokrasi dianggap sebagai negara poros syetan.
Disadari ataupun tidak perlahan tapi pasti pemikiran politik Islam yakni sistem Khilafah mulai dikenal dimasyarakat secara luas terutama setelah pemerintah mencabut BHP HTI melalui Perpu no. 2 tahun 2017. Publikasi sistem politik Khilafah cukup masif diberitakan oleh media-media mainstream, ada yang bernarasi positif dan ada juga yang negatif.
Malah Ibu Megawati Soekarno Putri pernah ingin mengundang pengusung ide Khilafah ke parlemen DPR untuk berdiskusi tentang Khilafah. Sebaliknya jualan isu Islam radikalisme dan terorisme serta stigmatisasi negatif menerapkan sistem Khilafah sama dengan kembali ke zaman batu mulai tak laku dan diragukan publik. Justru kaum muslimin rindu terhadap keadilan sistem Khilafah Islam sesuai dengan manhaj kenabian bukan Khilafah ISIS bentukan Amerika serikat. Sebagaimana penjelasan mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dalam memoarnya berjudul Hard Choice.
Islam adalah agama yang mulia dan sempurna (kaffah) dengan memiliki konsep (fikrah) dan metode operasional untuk menerapkan konsep (thariqah) yang jelas tentang mengatur urusan kehidupan termasuk dalam hal berpolitik (siyasah).
Pemilihan imam atau Khalifah didalam sistem politik Islam dapat dilakukan dengan putusan hasil musyawarah oleh majelis ahlul halli wal-'aqdi atau melalui jalan pemilihan umum.
Makna Ahlu Halli Wal'aqdi
Dalam khazanah pemikiran politik Islam ahlul halli wal-'aqdi dikenal beberapa istilah, di antaranya : ahlu syura, majlis syura, ahlul ra’yi wat-tadbir yang dipopulerkan Ibnu 'Abidin, ahlul ihtiyar yang dipopulerkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, majelis umat dll.
Istilah Ahlul halli wal 'Aqdi sebenarnya bukan istilah syariah tapi istilah yang dipopulerkan oleh para ulama fukaha dan ahli sejarah. Mengapa hal ini tidak bisa disebut sebagai istilah syari'ah? Karena istilah ini tidak digunakan dalam nash-nash Syari'ah. Oleh sebab itu tidak semua ulama fukaha menyebutnya dengan istilah yang sama.
Imam Al-Mawardi dan Al-Farra’, misalnya menggunakan istilah ahlul halli wal 'aqdi. Imam Al-Amidi dan Imam Ar-Ramli menyebutnya dengan istilah ahlul Ikhtiyar. Imam Ibn Hazm menyebutnya dengan istilah Fudhala Al-Ummah. Semua itu mempunyai konotasi yang sama.
Al-'allamah Prof. Dr. Rawwas Qal’ah Jie rahimahullahu menjelaskan, Ahlul Halli wal 'Aqdi adalah orang yang mempunyai kekuatan, yang menjadikan masyarakat berkumpul mengitari mereka, seperti ulama, para pemimpin dan para tokoh masyarakat. Mereka saat ini menurut saya, adalah wakil umat yang dipilih oleh rakyat.(1)
Al-imam Mawardi rahimahullahu menjelaskan, sekelompok ulama berpendapat bahwa pemilihan Khalifah tidakk sah kecuali dengan dihadiri seluruh anggota ahlul halli wa-'aqdi dari setiap daerah agar Khalifah yang mereka angkat diterima seluruh lapisan masyarakat dan mereka semua tunduk kepada kepemimpinannya. Pendapat ini berhujjah dengan pembaiatan (pengangkatan) Abu Bakar Siddiq r.a menjadi Khalifah.(2)
Pada saat Rasulullah SAW wafat pada hari senin tgl 12 Rabi'ul Awwal thn 12 Hijriyyah jenazah Rasulullah SAW yang mulia tidak langsung dimakamkan karena ada perkara penting dan mendesak untuk menetapkan siapa sosok pemimpin yang tepat sepeninggal Rasulullah SAW. Bahkan jenazah Rasulullah SAW baru dimakamkan pada hari selasa malam Rabu.
Utusan tokoh para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar berkumpul di tempat Tsaqifah bani sa’idah, sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai pertemuan dan musyawarah penduduk kota Madinah. Pertemuan musyawarah tsb dihadiri oleh : Abu Bakar siddiq r.a, Umar bin Khatab r.a, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a, Saad bin Ubadah r.a. Dari hasil musyawarah tsb terpilihlah sahabat Abu Bakar Siddiq r.a sebagai seorang Khalifah dan para sahabat membai'atnya.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa istilah ahlul halli wal-aqdi adalah istilah baru yang digunakan oleh para fukaha dan ahli sejarah untuk menyebut orang-orang yang mempunyai kekuatan, pengaruh dan menjadi rujukan dalam menyelesaikan masalah. Mereka adalah para tokoh, ulama, pemimpin suku dsb. Dalam konteks ketatanegaraan Islam karena kekuasaan ada di tangan umat, maka mereka bisa dianggap mewakili umat dalam menentukan siapa penguasa yang akan memimpin umat, khususnya dalam melaksana-kan fardhu kifayah dalam pengangkatan khalifah, yang tidak harus dilakukan oleh semua orang.(3)
Penutup
Semoga kaum muslimin bisa merapatkan shaf dan barisan serta bersatu padu untuk menyatukan visi dan misi perjuangan dakwah sehingga kelak akan memiliki majelis ahlu halli wal-'aqdi untuk bermusyawarah memilih Khalifah bagi kaum muslimin diseluruh dunia. Bila Khilafah ditegakkan maka syari'at Islam akan diterapkan, Palestina akan dibebaskan dengan jihad dan ummat Islam akan dijaga darah dan kehormatannya.
Wallahu a'lam
Catatan Kaki :
1. Kitab Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Muyassarah, Dar An-Nafais, Beirut, cet. I, 2000 M, I/ 327.
2. Al-imam Mawardi, Kitab Al-ahkam As-sulthaniyyah, hal 5.
3. KH. Hafiz Abdurrahman, Soal-Jawab Siapa Ahlul Halli Wa-'aqdi).