Siyasah Syar'iyyah, How Democracies Die?

 

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh : Tommy Abdillah

(Lembaga Studi Islam Multi Dimensi/eLSIM) 


Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) pernah menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai King of Lip Service. BEM UI menyampaikan kritik melalui unggahan tersebut yang menilai bahwa Jokowi tak kunjung menepati janjinya selama ini.

Apa yang disampaikan Jokowi, menurut BEM UI, selalu bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi. Mulai dari perihal revisi UU ITE, isu pelemahan KPK, hingga soal gugatan Omnimbus Law atau UU Ciptaker. 

Malah UU Ciptaker yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dianulir dengan keluarnya Perpu Cipta Kerja atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja disahkan Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022 lalu. Pakar hukum tata negara Prof. Rafli Harun menganggap Perpu Ciptaker sebagai bentuk permainan konstitusi.

Padahal Presiden Jokowi adalah hasil pilihan langsung rakyat melalui proses pemilu 2019 dengan menelan biaya Rp. 24,9 Triliun.

Walaupun masyarakat mengetahui fakta hasil akhir penghitungan kotak suara pemilu yang berakhir ricuh dengan menelan korban meninggal 894 petugas KPPS dan 8 orang meninggal akibat kerusuhan dalam aksi tolak hasil Pemilu 2019. Itulah harga mahal dari sistem Demokrasi yang bakalan akan mati ditangan manusia yang menjalankannya. 

How Democracies Die?

Awal tahun 2021 yang lalu terbit buku best seller internasional dengan judul "How Democracies Die"?. Buku ini ditulis oleh 2 orang Profesor Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Keduanya adalah profesor untuk ilmu pemerintahan.

Dalam buku How Democracies Die menjelaskan bagaimana demokrasi mati secara perlahan di tangan pejabat terpilih atau presiden.

Bagi Levitsky dan Ziblatt, kemunduran demokrasi hari ini dimulai dari kotak suara." Empat indikator utama yang harus diperhatikan adalah:

1 Penolakan (atau komitmen yang lemah terhadap) aturan main yang demokratis;

2 Penolakan legitimasi lawan politik;

3 Toleransi atau dorongan kekerasan;

4 Kesiapan untuk membatasi kebebasan sipil lawan, termasuk media.

Selain melalui kotak suara, dalam buku How Democracies Die, terdapat satu bab yang membahas tentang "Fateful Alliances." Levitsky dan Ziblatt menulis dalam bukunya bahwa terdapat cara lain yang digunakan untuk berkuasa, selain melalui pemilu yakni bersekutu dengan politikus mapan.

Arti Demokrasi

Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan “kratos”berarti kekuasaan atau berkuasa. Dengan demikian, demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas.

Dalam ucapan Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) demokrasi secara sederhana diartikan sebagai "the government from the people, by the people, and for the people."

Pakar ilmu politik Prof.Miriam Budiarjo menjelaskan, Kita mengenal bermacam-macam istilah Demokrasi. Ada yang dinamakan Demokrasi konstitusional, Demokrasi parlementer, Demokrasi terpimpin, Demokrasi Pancasila, Demokrasi rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi nasional dsb. Semua konsep ini memakai istilah Demokrasi. Yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau Government or rule by the people. Kata Yunani Demos berarti rakyat, Kratos atau Kratein berarti kekuasaan.

(Ref : Dasar-dasar ilmu politik, PT.Gramedia, hal 50).

Jefrey A Winter, pengamat oligarki di Indonesa, seorang profesor politik dari Northwestern University mengatakan bahwa tujuan utama politik di Indonesia adalah bagi-bagi (kursi). Bahkan istilah gotong-royong dan musyawarah mufakat juga dimaknai sebagai bagi-bagi kursi diantara segelintir elit. Bargaining bagi-bagi kursi ini bisa diekspresikan dengan senyum maupun dengan serem.

Winston Churchil menyatakan, “Democracy is worst possible form of government” (demokrasi kemungkinan terburuk dari sebuah bentuk pemerintahan). 

Dengan demikian politik demokrasi adalah sebuah katarsitas atas nafsu kekuasaan tanpa berpijak kepada nilai-nilai moral dan etika agama. Manusia memang secara genetik memiliki nafsu untuk berkuasa. Definisi demokrasi yang diajukan oleh Abraham Lincoln meniscayakan adanya pengabaian nilai-nilai spiritual dalam praktek berdemokrasi.

Meminjam Istilah Ahmad Sastra, Demokrasi adalah kontestasi para pemburu harta dan tahta belaka. Siapa yang punya banyak modal, maka dialah yang akan melaju ke muka. Demokrasi hanya menghitung jumlah suara, tak peduli dengan isi kepala. Kecerdasan otak tak dibutuhkan demokrasi, tapi lebih butuh kepada tebalnya pundi-pundi materi.

Ilusi Demokrasi

Berdasarkan perjalanan sejarah politik Demokrasi dari masa ke masa hingga kini ditambah dengan realita dan fakta ternyata jargon Demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah pepesan kosong belaka.

Demokrasi hanyalah sebuah alat politik bagi para politikus dan pemodal untuk meraih kekuasaan dan ekspansi bisnis para pebisnis sehingga jargon yang ada adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kepentingan elit politik.

Perbedaan Islam Dengan Demokrasi

1. Azas Islam adalah Tauhid yakni mengesakan Allah SWT. Tauhid dijadikan sebagai azas berfikir dan azas setiap perbuatan manusia. Tidak ada ruang bagi manusia untuk memisahkan hidupnya dari Allah SWT. Sementara Demokrasi azasnya adalah sekularisme yaitu paham memisahkan agama dari kehidupan. Allah SWT berfirman, 

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ} [البقرة : 85]

Artinya : "Apakah kamu beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian darimu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada bari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat." (QS. Al-Baqarah : 85) 

2. Kedaulatan hukum ada pada kekuasaan Allah SWT sebab Dia-lah Allah sang pencipta dan pengatur kehidupan. Manusia tidak berhak untuk membuat hukum kecuali menggalinya dari dalil-dalil hukum syara' yakni : Al-Qur'an, Al-hadist, Ijma'  sahabat Nabi SAW dan Qiyas.

Sementara Demokrasi menjadi prinsip kedaulatan ada pada tangan rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen. 

Allah SWT berfirman,

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ

Artinya : "Menetapkan hukum hanya hak Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia."(QS.Yusuf : 40).

{أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ} [المائدة : 50]

Artinya : "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?." (QS. Al-maidah : 50).

3. Didalam Islam tidak dikenal ide kebebasan sebab manusia adalah makhluk Allah SWT memiliki keterikatan terhadap hukum-hukum Allah SWT dan kelak dihari kiamat akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan oleh manusia. Sementara Demokrasi memiliki prinsip kebebasan (liberalisme).

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚإِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Artinya : "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.:(QS. Al-israa' : 36).

4. Dalam aspek musyawarah Islam berbeda dengan sistem Demokrasi dengan ketentuan sbb :

A. Dalam hal penetapan hukum hanya berlandaskan dalil terkuat yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits bukan suara mayoritas alias voting. Sistem Demokrasi dibolehkan memusyawarahkan segala hal termasuk yang haram menjadi halal atau sebaliknya. 

B. Dalam masalah aspek profesi dan keahlian dikembalikan kepada yang paling berkompeten bukan keputusan suara mayoritas.

C. Dalam perkara teknis praktis boleh menggunakan voting.

Penutup

Prinsip Demokrasi Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat adalah ilusi yang real karena faktanya tidak akan pernah terwujud. 

Demokrasi adalah sistem kufur dan bathil yang berasal dari akal manusia yang terbatas dan cenderung mengikuti hawa nafsu manusia. Saatnya kaum muslimin merapatkan shaft dan barisan untuk bersatu padu meninggalkan sistem politik Demokrasi dan menerapkan sistem politik Islam yakni Sistem Khilafah yang sesuai dengan manhaj kenabian agar hidup bahagia baik didunia maupun kelak diakhirat.

Allah SWT berfirman,

{وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ} [البقرة : 42]

Artinya : "Janganlah kamu campurkan adukkan antara yang haq dengan yang bathil dan kamu menyembunyikan kebenaran pada hal kamu mengetahuinya".(QS. Al-baqarah: 42).

Wallahu a’lam