RIDHO TERHADAP KEMAKSIATAN ADALAH KEMAKSIATAN



Selemah-lemahnya iman seseorang, dia harus mengingkari dan membenci setiap kemaksiatan yang terjadi di depan matanya. Begitulah petunjuk dalam hadits apabila seseorang melihat kemungkaran (jika ia mampu) wajib mencegah dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan, dan jika juga tidak mampu, Nabi mengatakan "fa bi qolbihi wa dzalika adh'aful iman (maka setidaknya ia mengingkari dalam hati. Dan itulah iman yang paling lemah)". Itu pertanda tidak ada lagi level di bawah itu yang bisa ditolerir oleh Islam.


Ingkar dalam hati maksudnya adalah membenci kemaksiatan itu dan bertekad kuat andai ia mampu menghilangkannya dengan ucapan dan perbuatan pasti ia akan lakukan. Jadi bukan malah ridho dan memaklumi kemaksiatan. Sebab ridho dengan kemaksiatan sama halnya dengan pelaku kemaksiatan, sama-sama dianggap maksiat. Bahkan jika ia menganggap kemaksiatan tersebut boleh dilakukan, padahal keharaman telah disepakati maka kafirlah dia.


Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fath al-Mubin Bi Syarh al-Arba'in:


(فبقلبه) ينكر بأن يكره ذلك به ويعزم أنه لو قدر عليه بقول أو فعل أزاله، لأنه يجب كراهة المعصية، فالراضي بها شريك لفاعلها، فإن كان رضاه بها لاستحلالها كفر إن أجمع عليها وعلمت من الدين بالضرورة أو لغلبة الهوى والشهوة فسق ولم يكفر وهذا واجب عينا على كل أحد لقدرة كل أحد عليه بخلاف اللذين قبله.


Kesimpulan dari perkataan beliau:


1. Mengingkari dengan hati adalah dengan membenci perbuatan maksiat tersebut disertai dengan tekad kuat untuk menghilangkan kemaksiatan tersebut andai ia mampu (suatu saat), baik dengan perkataan atau perbuatan.


2. Orang yang ridho terhadap kemaksiatan sama halnya dengan pelaku kemaksiatan, sama-sama berdosa. 


3. Apabila ridhonya terhadap kemaksiatan karena menganggapnya halal, maka ia kafir jika keharaman kemasiatan itu telah disepakati dan termasuk perkara yang ma'lum minad diin bidh dharuroh.


4. Jika ridhonya tersebut bukan karena ia menganggapnya halal tapi karena hawa nafsu dan syahwatnya, maka ia fasiq. 


5. Membenci kemaksiatan dalam hati adalah fardhu 'ain bagi semua orang, tanpa terkecuali.


Inilah sebabnya mengapa orang-orang Yahudi di masa Nabi dicela karena kejahatan para pendahulu mereka, karena mereka ridho terhadap perbuatan nenek moyang mereka tersebut. Yaitu mengatakan Allah faqir sementara mereka kaya dan membunuh para nabi. Allah menisbatkan perbuatan tersebut bukan hanya kepada pendahulu mereka sebagai pelaku, tapi juga kepada generasi mereka berikutnya.


سَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ


Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang mem bakar". (Q.S. Ali Imron: 181)


Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir mengatakan:


والسلف والخلف منهم راضون بتلك الجرائم لذا صحت نسبة الجريمة إلى المتأخرين منهم وإضافتها إليهم مع أن القول السابق وقتل الأنبياء حدثا من أسلافهم وكان بينهم نحو سبع مئة سنة. وهذا يدل أن الرضا بالمعصية معصية.


"Para pendahulu dan generasi berikutnya dari kalangan mereka sama-sama ridho terhadap kejahatan-kejahatan tersebut. Karenanya sah penisbatan kejahatan tersebut kepada generasi mutaakhirin dari kalangan mereka. Meski ucapan dan membunuh para nabi dilakukan para pendahulu mereka yang terpaut jarak antara mereka sekitar 700 tahun. Ini menunjukkan bahwa, 


الرضا بالمعصية معصية


ridho terhadap maksiat adalah kemaksiatan." []


[KAZ]