Menggapai Shalat Khusyu'



بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh : Tommy Abdillah

(Khadim Majelis Ilmu Ulin Nuha) 


Tidak ada ibadah yang paling utama bagi seorang mukmin kecuali ibadah shalat fardhu. Shalat memiliki urgensi yang mulia sebab shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Shalat dijadikan sebagai tiang agama, barang siapa yg menegakkan shalat berarti ia telah menegakkan agama. Sebaliknya barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti ia telah meruntuhkan agama. 

Shalat juga menjadi parameter baik dan tidaknya amal ibadah seorang hamba diakhirat kelak, bila shalatnya baik maka baik pula seluruh amal ibadahnya yang lain. Sebaliknya pula bila shalatnya rusak maka rusak pula amal ibadahnya yang lain.

Seorang mukmin yang mendirikan shalat fardhu dengan baik & benar (ittiba' ila rasuli) penuh dengan khusyu' maka dapat menghantarkan dirinya terhindar dari perbuatan yang keji & mungkar serta ia termasuk orang-orang yang beruntung. Allah SWT berfirman, 

{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3)

Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.(QS.Mukminun:1-3)

Meskipun demikian tidak sedikit orang-orang mukmin yang mendirikan shalat fardhu tapi shalatnya sebatas penggugur kewajiban. Shalatnya tidak membekas didalam bathinnya, shalatnya tidak khusyuk bahkan shalatnya tidak tampak pengaruhnya secara signifikan terhadap ucapan & perbuatannya sehari-sehari. Sebagaimana anekdot mengatakan shalat terus dikerjakan tetapi maksiat tetap jalan (STMJ).

Makna Shalat Khusyu'

Shalat adalah ibadah yang terdiri dari perkataan & perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah ta’ala & disudahi dengan memberi salam.(1)

Secara bahasa kata khusyu' berasal dari kata khasya'a  yang artinya adalah As-sukun yaitu bermakna tenang & At-tadzallul yaitu menunduk karena merasa hina. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

{خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۚ ذَٰلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ} [المعارج : 44]

Artinya : Dalam keadaan mereka menundukkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka. (QS. Al-Ma'arij : 44).

Al-imam Qurthubi rahimahullahu mengatakan,


والخشوع هيئة في النفس يظهر منها في الجوارح سكون وتواضع وقال قتادة الخشوع في القلب وهو الخوف وغض البصر في الصلاة

"Bahwa khusyu' adalah Keadaan di dalam jiwa yang nampak pada anggota badan dalam bentuk ketenangan & kerendahan. Qatadah mengatakan tentang khusyu' adalah Khusyu' di dalam hati adalah rasa takut dan menahan pandangan dalam shalat."(2)


Hukum Shalat Khusyu

Jumhur ulama telah sepakat bahwa khusyu' didalam shalat bukan termasuk rukun shalat. Khusyuk didalam shalat masuk dalam perkara sunnah & tidak sampai kepada hukumnya wajib. Apabila seseorang shalat dengan tidak khusyu' maka tidak membuat shalatnya rusak atau batal akan tapi shalatnya tidak mencapai puncak kesempurnaan.

Menggapai Shalat Khusyu'

Al-mirzabani mengatakan, orang yang shalat butuh empat hal sehingga shalatnya dinaikkan atau diterima yaitu :

1. Khusyu' hatinya.


2. Sadar akalnya.


3. Tunduk tubuhnya.


4. Khusyu' anggota tubuhnya.


Barang siapa yang shalat degan tanpa kekhusyukan hati maka ia orang yang shalat tapi lalai. Siapa yang shalat dengan tanpa kesadaran akal maka ia orang yang shalat tapi lupa. Siapa yang shalat dengan tanpa ketundukan tubuh maka ia orang yang shalat tetapi hampa. Siapa yang shalat dengan tanpa kekhusyukan anggota tubuh maka ia orang yang shalat tapi salah. Dan siapa yang shalat dengan rukun-rukun ini maka ia orang yang shalat secara sempurna.(3)


Shalat yang khusyu' menjadi bukti ke ikhlasan ibadah seorang hamba karena hanya mereka yang ikhlas beribadah karena Allah ta'ala saja yang dapat melakukan khusyu' secara sempurna. Tanpa keikhlasan khusyuknya adalah dusta. Al-imam Ibnu Al-Qoyyim Al-jauziyah Rahimahullahu membagi khusyu' kepada 2 :


1. Khusyu' iman


yaitu hatinya menghadap Allah ta’ala dengan penghormatan, pengagungan, ketenangan, penuh harapan & rasa malu.


2. Khusyu' munafiq


yaitu : fisiknya khusyuk tetapi hatinya tidak khusyu'.


Selanjutnya Al-imam Ibnu Al-qoyyim Al-jauziyah rahimahullah berkata : Shalat tanpa kekhusyu’an dan kehadiran hati sama dengan jasad yang mati tanpa ruh, apakah seorang hamba tidak malu jika dia menghadiahkan kepada orang lain sosok tubuh yang telah membangkai atau seorang budak wanita yang telah mati?.


Aku tidak mengira bahwa hadiah ini akan memberikan nilai penghargaan bagi hamba dari orang yang ditujunya baik raja atau gubernur atau yang setingkat dengannya. Seperti inilah shalat yang hampa dari rasa khusyu’ dan kehadiran hati serta semangat pengabdian kepada Allah, sama seperti hamba atau budak wanita yang mati yang akan dipersembahkan kepada raja, maka Allah pasti tidak menerimanya sekalipun perbuatan itu menggugurkan kewajiban hukum dunia dan Allah tidak akan memberikan pahala dengannya, sebab sesungguhnya seorang hamba tidak akan mendapatkan pahala dari shalatnya kecuali ibadah yang dikerjakan secara khusyu’.(4)


Mengutip Kitab Al-mausu'ah Al-fiqhiyah Al-kuwaitiyah tentang Kiat-kiat menggapai shalat khusyu' :


1. Menanamkan niat ikhlas didalam hati semata-mata karena mengharap ridha Allah ta'ala.


2.Tidak menghadirkan didalam hatinya kecuali segala sesuatu yang ada didalam shalat.


3. Menundukan anggota tubuhnya dengan tidak memainkan sesuatu dari anggota tubuhnya karena penampilan lahiriyah menampakan kekhusyu’an bathinnya.


4. Hendaklah merasakan bahwa dirinya tengah berada dihadapan raja semesta alam, mentadaburi atau memahami bacaan shalatnya.(5)


*Penutup*


Semoga kita termasuk seorang mukmin & mukminah yang mendirikan shalat dengan penuh keikhlasan & ketawadhu'an sehingga menikmati lezatnya khusyu' didalam menunaikan ibadah shalat.


Wallahu a'lam


Catatan Kaki :


1. Kitab Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq, Juz 1 hal 63, Al-i'tishom, 2011


2. Kitab Tafsir Al-jami’ liahkam Al-quran, Juz 2, hal 70


3. Kitab Syarah Hadist Arbain An-nawawi,  hal 8-9, Darul Haq, Jakarta, 2007


4. Kitab Al-Wabilus Shayyib minal kalimit tahayyib, hal 1, Ad-darul Alamiyah


5. Kitab Al-mausu'ah Al-fiqhiyah Al-kuwaitiyah, Juz II hal 6.643, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut