Kasus Terorisme Dan Peningkatan Deradikalisasi
Oleh:
Nurul Ul Husna (Guru dan Aktivis KoAs Tanjungbalai)
Kasus bom bunuh diri di
Bandung mejadi pemantik peningkatan derakalisasi, apalagi adanya dugaan 10%
napi teroris kembali beraksi. Kasus-kasus seperti ini seakan hilang timbul
semaunya. Pihak berwajib pun seperti tidak menuntaskan permasalahan dengan
setuntas-tuntasnya.
Apakah kasus ini hanya
pengalihan isu tertentu?. Jika dilihat dari beberapa kasus yang terjadi,
kasus-kasus seperti terorisme dan radikalisme seolah kasus pesanan yang akan
terus terjadi. Padahal dari ribuan kasus kasus ini yang terfokus dan dapa
mengesampingkan kasusu-kasus yang lebi penting lagi. Namun yang disayangkan
kasus ini tak lepas yang menyudutkan Islam.
Komitmen ini semakin
nyata dengan pengesahan RKUHP dengan adanya pasal 191 RKUHP yang menyatakan
makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan
adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut. Dan juga cakupan makar
setidaknya ada tiga jenis makar yakni; makar terhadap Presiden, makar terhadap
NKRI dan makar terhadap pemerintah yang sah. Hal ini makin menyederhanakan
definisi makar sehingga makin mudah mempidanakan seseorang.
Seseorang atau sekelompok
orang yang ingin belajar Islam secara kaffah akan dihantui dengan kebijakan
ini. Hal ini akan menyebabkan umat Islam jauh dari ajaran Islam seutuhnya.
Membuat umat Islam hanya akan mengambil ajaran Islam sebagian saja. Bahkan
menjadikan umat Islam membenci ajarannya sendiri. Karena, memang sejak
terjadinya tragedi WTC yang katanya diklaim dilakukan oleh jaringan Islam
Al-Qaeda, Barat gencar menggulirkan narasi war on terorism. Didukung
dengan pemberitaan media baik cetak maupun elektronik yang turut memberitakan
narasi sesat ini, semakin lengkaplah Islam sebagai sasaran kebencian.
Negara pun makin represif
terhadap rakyat dan di sisi lain makin gencar melakukan upaya deradikalisasi.
Hal ini menunjukkan negara makin taat pada komitmen global yang sejatinya
merupakan bentuk serangan terhadap Islam. Padahal upaya deradikalisasi dinilai
tidak efektif ditinjau dari kasus yang tak berujung. Barat lah yang sejatinya
menciptakan istilah ini dan akan selalu menyematkan dengan Islam dalam stigma
negatif.
Inilah yang akan
memperkuat kebijakan-kebijakan buatan Barat yang dengan nyata menyerang Islam.
Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan pun tak berhenti kepada ajaran Islam. Wanita
bercadar, berbaju hitam, lelaki berjenggot dengan celana cingkrang hingga jihad
dan khilafah akan terus dituding sebagai teroris tanpa melihat ajaran Islam
secara keseluruhan. Hal ini akan membuahkan tertundanya kebangkitan Islam yang
akan memimpin di kancah dunia. Sejatinya ideologi kapitalisme di bawah
imprealisme Barat akan bertarung melawan ideologi Islam demi kepentingan buruk
terkhusus di negeri-negeri kaum muslim.
Maka, perlu tabayyun
sebelum sangkaan terjadi. Karena sejatinya Islam jauh dari yang disangkakan di
media-media, terutama yang mengidap penyakit Islamophobia.
Perihal bom bunuh diri,
Islam jelas melarang orang-orang yang melakukan hal tersebut. Allah SWT., telah
berfirman dalam QS. an-Nisaa’: 29, QS. al-Israa’: 33, QS. al-Maa’idah: 32 dan
masi banyak lagi. Karena Rasulullah SAW pada surat al-Anbiya' ayat 107: “dan
kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”.
Hanya khilafah lah yang
dapat mejaga akidah, harta, darah bahkan nyawa kaum muslim. Maka, mendakwahkan
Islam Rahmatan lil’alamin bukan hanya rahmat bagi kaum muslim saja, namun non
muslim pun turut merasakannya. Sebagaimana pada masa Rasulullah yang masa
kepemimpinannya tidak hanya kaum muslim, yahudi dan nasrani hidup damai
berdampingan tanpa intimidasisatu sama lain. Walllahu’alam Bishowab[]