Ekonomi Syari'ah, Adab Hutang Piutang
بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Tommy Abdillah
(Ketua DPD Asosiasi Praktisi Ekonomi Islam Indonesia/APEII Sumut)
Dalam kehidupan sehari-hari sebagian orang tidak terlepas dari hutang piutang. Sebab di antara mereka ada yang membutuhkan & ada pula yang dibutuhkan. Begitulah keadaan manusia sebagaimana Allah tetapkan, ada yang dilapangkan rezekinya hingga berlimpah ruah dan ada pula yang dipersempit rezekinya sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan pokoknya sehingga mendorong dirinya dengan terpaksa untuk berhutang.
Jangankan individu rakyat kategori ekonomi lemah dan miskin berhutang, negara ini juga memiliki hutang yang besar yang sangat berimplikasi buruk terhadap kesejahteraan rakyat.
Kementerian Keuangan mencatat, sampai dengan November 2022 posisi utang Indonesia mencapai Rp 7.554,25 triliun atau setara dengan 38,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Melansir dari Buku APBN KITA Edisi Desember 2022, secara nominal, posisi utang tersebut meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Posisi utang tersebut bertambah Rp 57,55 triliun jika dibandingkan dengan posisi utang pada Oktober 2022 yang sebesar Rp 7.496,7 triliun.
Diantara bahaya hutang negara yang besar adalah dapat dijadikan strategi intervensi kebijakan politik dan ekonomi oleh negara pemberi hutang. Itulah politik penjajahan gaya baru (Neo imperialisme).
Hutang Dalam Islam
Didalam Islam hutang disebut Al-Qardh yaitu Al-Qath'u yang berarti memotong. Hukum asal hutang piutang adalah mubah atau diperbolehkan. Orang yang memberikan pinjaman kepada orang yang berhutang sangat membutuhkan adalah perbuatan mulia. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Artinya : “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.(HR. Muslim no.2.669).
Meskipun hukum hutang adalah mubah bila tidak terbayar maka akan berimplikasi hingga pada kehidupan akhirat kelak. Bahkan keadaan seorang mukmin diakhirat tergantung dengan hutang piutangnya ketika didunia. Rasulullah SAW bersabda,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ " نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ "( رواه الترمذي 1078 ، ابن ماجة 2506 )
Artinya : "Ruh seorang mukmin itu tergantung kepad utangnya sampai utangnya dibayarkan." (HR.At-Tirmidzi & Ibnu Majah).
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ .( رواه مسلم 1886)
Artinya : "Semua dosa orang yang mati syahid diampuni KECUALI Utang". (HR. Muslim).
Adab utang piutang didalam Islam
1. Aqad utang piutang harus ditulis dan dipersaksikan baik bernilai besar ataupun kecil. Berapa banyak orang yang bertikai hingga ke pengadilan karena mengingkari utang atau sudah membayar utang tapi dianggap belum membayar utang.
Jauh sebelum manusia hari ini mengenal Kwitansi dan Invoice Islam telah mengajarkannya sejak 14 abad yang lalu. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yg berhutang itu mengimlakkan (apa yg akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.(QS. Al-Baqarah:282)
2. Pemberi pinjaman tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang karena hukumnya adalah riba, sedangkan hukum riba adalah Haram.
Allah SWT berfirman,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
Artinya : "Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS.Al-Baqarah:275).
Rasulullah SAW bersabda,
«الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ»
Artinya : Riba itu memiliki 73 pintu, yang paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang mengawini ibunya. (HR.Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
3. Berhutang dengan niat baik akan melunasinya sesuai dengan aqad yang dijanjikan karena berapa banyak orang berhutang tapi tak mau membayar utangnya. Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا .( رواه ابن ماجة 2410)
Artinya : "Siapa saja yang berutang, sedangkan ia berniat tidak melunasi utangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang PENCURI." (HR. Ibnu Majah).
4. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman secara jujur tanpa ada kebohongan dan rekayasa. Sebab yang namanya uang. tentu selalu dibutuhkan termasuk bagi orang yang meminjamkan uanngnya kepada saudaranya.
5. Berhutang karena memang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan primer mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Berhutang bukan untuk memenuhi kebutuhan sekunder atau tersier apalagi hanya untuk sebatas gaya hidup.
6. Bersegera untuk melunasi hutang sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan tanpa harus menunda-nundanya. Rasulullah SAW bersabda,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ ". (رواه البخاري 2287 ، مسلم 1564 ، النسائي 4688 ، ابو داود 3345 ، الترمذي 1308)
Artinya : "Menunda-nunda (bayar utang) bagi orang yang mampu (bayar) adalah kedzaliman." (HR.Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi).
7. Bila orang yang berhutang benar-benar hidup dalam kesulitan dan kemiskinan, sementara si pemberi hutang termasuk orang yang kaya lalu ia ikhlas membebaskan hutang saudaranya maka Allah SWT akan memberi balasan pahala yang besar dan naungan baginya. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
Artinya : “Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR.Muslim no. 3.006).
Penutup
Meskipun hutang itu boleh tapi bila tidak membutuhkan sebaiknya dihindari karena akan menambah beban hidup. Banyak orang berhutang bukan karena kebutuhan primer tapi hanya untuk memenuhi tuntutan life style sebagaimana kartu kredit.
Bagi kita yang masih memiliki hutang maka mari berupaya untuk kita lunasi sebelum ajal kematian tiba. Termasuk negara kita Indonesia harus melunasi hutang ribawi dari negara penjajah dan menyudahi tidak bergantung pada hutang untuk membangun negara.
Secara individu untuk terbebas dari hutang kita bisa banyak berdoa kepada Allah SWT,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ، وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
Artinya : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegalauan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, kepengecutan dan kekikiran, belitan hutang dan penindasan orang.”(HR. Bukhari no. 6.369).
Wallahu a'lam