Toleransi yang Kebablasan
Oleh Sindi Laras Wari (Aktivis Muslimah)
Dapat kita perhatikan ketika akhir Desemberk hingga awal Januari, kita yang penduduknya mayoritas muslim latah dalam mengikuti kebudayaan dan kebiasaan yang bukan Islam. Fenomena ini seperti suatu hal yang sudah biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Menjelang perayaan hari natal pada 25 Desember 2022, Kota Surabaya tampil dengan pesona wajah kota yang berbeda dari tahun-tahun yang sebelumnya. Perbedaan ini terlihat dari Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya memasang berbagai hiasan dan ornamen natal dibeberapa tempat sebagai bentuk komitmen untuk menjaga semangat toleransi dan keharmonisan serta menghormati umat beragama (suarapubliknews.id, 17/12/2022).
Fenomena menghiasi berbagai tempat bahkan pemakaian atribut natal banyak kita jumpai di saat-saat menjelang perayaan natal. Sebagai bentuk ikut memeriahkan perayaan natal dan salah satu bentuk toleransi antar umat beragama.
Bahkan perayaan tersebut bergema melalui berbagai macam media, baik melalui tontonan seperti film, juga melalui taman kota dan para pekerja yang diharuskan menggunakan atribut yang identik dengan natal. Fenomena tersebut bisa terus berlangsung dengan alasan toleransi antar umat beragama, tetapi hal tersebut merupakan toleransi yang telah kebablasan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قُلْ يٰۤاَ يُّهَا الْكٰفِرُوْنَ (1) لَاۤ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ (2) وَلَاۤ اَنْـتُمْ عٰبِدُوْنَ مَاۤ اَعْبُدُ (3) وَلَاۤ اَنَاۡ عَا بِدٌ مَّا عَبَدْ تُّمْ (4) وَ لَاۤ اَنْـتُمْ عٰبِدُوْنَ مَاۤ اَعْبُدُ (5) لَـكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ(6)
“Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109]: 1-6).
Turunnya surat Al-Kafirun sebagai jawaban atas penawaran orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad salallahu alaihu wasallam, agar Rasulullah berkenan beribadah dengan cara agama mereka dan cara agama Islam secara bergantian. Hal tersebut ditolak oleh Rasulullah sebagaimana firman Allah yang mengatakan “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Jelas bahwa merayakan natal bersama bagi umat Islam itu dilarang dengan tegas atau haram hukumnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
لَا يَنْهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَا تِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَا رِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْۤا اِلَيْهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).
Kita dapat lihat ajaran Islam dalam Al-Qur’an maupun Hadis menemukan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, tidak sedikit nash Al-Qur’an maupun Hadis menganjurkan sikap toleransi dan memperbolehkan kerja sama yang baik terhadap sesama umat muslim maupun umat agama lain.
Kita wajib berbuat baik dan adil kepada umat yang bukan beragama Islam, selama umat Islam tidak diganggu keberadaannya oleh umat agama lain. Terdapat juga beberapa Hadis lainnya yang menyatakan bahwa dilarang keras menyakiti umat yang bukan beragama Islam tanpa suatu alasan yang kuat. Toleransi yang kebablasan apabila ikut masuk dan mendukung aktivitas yang mereka lakukan. Toleransi boleh saja, yang berarti membiarkan dan tidak mengganggu ritual agama lainnya.
Toleransi yang kebablasan tersebut buah dari sistem yang rusak pula, sistem yang digunakan di tengah-tengah masyarakat berupa sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan mereka. Hingga akhirnya segala sesuatu yang mereka lakukan tidak berlandaskan aturan agamanya. Melakukan segala sesuatu sesuai kehendak mereka dan melakukan hal yang mereka anggap baik, tetapi belum tentu baik menurut Allah. Perbuatan yang mereka lakukan hanya berstandar kebaikan menurut mereka sebagai manusia yang mempunyai sifat yang lemah, terbatas, dan serba kurang sebagai makhluk yang Allah ciptakan.
Sebagai makhluk yang memiliki sifat lemah kita tidak mampu membuat dan melakukan suatu perbuatan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sebagai makhluk yang diciptakan kita wajib mengikuti aturan yang telah Allah (Pencipta) tetapkan.
Sama halnya seperti ketika kita ingin menggunakan suatu produk, maka disertakan dengan cara pemakaiannya yang berisikan aturan dan tentang suatu produk tersebut. Ketika kita menggunakan produk tersebut tidak sesuai dengan aturan dan cara pemakaian produk tersebut, maka dapat mengakibatkan kerusakan pada produk tersebut. Begitu pula dengan manusia sebagai makhluk ciptaan ketika tidak menggunakan aturan dari Sang Pencipta yaitu Allah maka dapat mengakibatkan rusaklah kehidupan manusia tersebut.
Gunakanlah aturan dari Allah selaku Pencipta manusia, karena manusia memiliki sifat yang lemah, terbatas, dan serba kurang yang tidak mungkin mampu membuat aturan yang dapat memuaskan akal sehat setiap manusia tersebut.
Wallahualam bissawab.