Siyasah Syar'iyyah, Suksesi Kepemimpinan Dalam Islam
بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Tommy Abdillah
(Lembaga Studi Islam Multi Dimensi/eLSIM)
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 masih 2 tahun lagi tapi suhu politik di Indonesia sudah mulai memanas. Sejumlah Partai Politik sudah start menghidupkan mesin politiknya dengan melakukan penjajakan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan diusung.
Lembaga survey pun dilibatkan untuk mencari sosok Calon Presiden yang memiliki elektabilitas politik yang kuat pilihan masyarakat. Partai NasDem memastikan bakal berkoalisi dengan Demokrat dan PKS di Pilpres 2024 dengan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Sementara itu PDIP belum mengumumkan secara resmi siapakah Calon Presiden yang akan diusung tapi sudah mengantongi nama Calon Presiden tahun 2024. Apakah nama tersebut Puan Maharani ataukah Ganjar Pranowo sebagai kader partai yang sudah bermanuver politik siap menjadi Calon Presiden.
Adapun Partai Golkar sesuai hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) tahun 2021 lalu menetapkan tetap mengusung Airlangga Hartarto
Ketua Umum partai untuk melenggang maju di Pilpres 2024. Siapapun yang akan terpilih sebagai Presiden pada Pilpres 2024 akan memikul beban berat masalah bangsa terutama jumlah hutang luar negeri yang besar.
*Para Kapitalis Penguasa Sejati*
Beredar viral potongan video wawancara jurnalis SCTV dengan seorang tokoh intelejen, mantan Kepala BIN Abdullah Mahmud Hendropriyono. Saat ditanya apakah Capres yang mau maju Pilpres 2024 harus mendapatkan persetujuan Amerika? Hendro memberikan jawaban yang menarik.
Amerika dengan sistem Kapitalisme, kekuasaan sejatinya bukan ada pada Presiden atau politisi. Melainkan ada pada kaum pemodal, para taipan, orang-orang kaya, para cukong. Para kapitalis inilah, yang sejatinya berkuasa di Amerika.
Kalau Capres di Indonesia dianggap mengganggu Amerika (kepentingan kapitalis), maka Capres tersebut akan diganggu. Caranya mudah, cukup sebar duit US$ 1 Miliar, dapat digunakan untuk menggerakan masyarakat untuk menggangu Capres.
*Metode Suksesi Kepemimpinan Islam*
Sistem pemerintahan Islam (khilafah) berbeda dengan seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal diseluruh dunia baik dari segi asas yang mendasarinya, pemikiran, pemahaman, maqayis (standart) & hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan kehidupan.
Bila kita tinjau literatur kitab Fiqh siyasah syar'iyyah dari mulai ulama mu'tabar seperti Kitab Al-ahkamu Sulthaniyah karya Al-imam Mawardi (974 M), Tarikh Khulafa' karya Al-imam As-suyuthi (1445 M) hingga karya ulama khalaf Syaikh Taqiyuddin An-nabhani (1953) kitab Nidzhamu Al-hukmi Al-islam maka akan dapat diambil kesimpulan sistem suksesi kepemimpinam didalam Islam terutama pada masa Khulafa rasyidin yaitu :
1. Musyawarah mufakat wakil-wakil kaum muslimin (Ahlu halli walaqdi)
Pasca Rasulullah SAW wafat pada hari senin tgl 12 Rabi'ul awwal tahun 10 H, sebagian sahabat senior berkumpul di tsaqifah bani saidah untuk bermusyawarah memutuskan siapa yang berhak menjadi amirul mukminin. Maka terpilihlah secara aklamsi Abu bakar siddiq r.a lalu ia di bai'at oleh kaum muslimin menjadi khalifah yang pertama.
Begitu pentingnya pemilihan Khalifah ini hingga jenazah Rasulullah SAW ditunda pemakamannya selama 2 hari 3 malam.
2. Rekomemdasi atau penunjukan dari Khalifah sebelumnya.
Sebagaimana ketika Khalifah Abu bakar siddiq r.a mengalami sakit lalu ia meminta pendapat para sahabat Rasulullah siapa yang layak menggantikannya maka para sahabat mayoritas mengusulkan menjadi calon penggantinya adalah Umar bin khatab r.a lalu ia dibai'at oleh kaum muslimin.
3. Pemilihan umum (pemilu)
Ketika Umar bin khatab r.a ditikam oleh Abu lu'luah maka Umar menyatakan, "Aku tidak mendapati ada orang yang lebih berhak memegang urusan ini (menjadi khalifah) selain dari enam orang yang Rasulullah rela atas mereka ketika wafatnya." Keenam orang itu adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubai dillah, Az-Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Ab durrahman bin ‘Auf. Mereka inilah yang menjadi anggota majelis syura untuk memilih khalifah.
Dari ke enam calon tersebut empat orang mengundurkan diri maka tersisa 2 calon yaitu Utsman bin affan r.a & Ali bin Abi thalib r.a. Kemudian Abdurhaman bin auf r.a mendatangi setiap rumah kaum muslimin tentang pilihan mereka. Lalu terpilihlah Utsman bin affan r.a maka kaum muslimin membai'atnya menjadi Khalifah.
Umat Sebagai Pemegang Kekuasaan
Dalam sistem khilafah, antara kedaulatan (al-siyadah) dan kekuasaan (al-sulthan) dibedakan secara tegas. Kedaulatan dalam khilafah Islamiyyah ada di tangan hukum syara’ yakni Al-qur'an & Al-hadist. Sebab Islam hanya mengakui Allah SWT satu-satunya pemilik otoritas untuk membuat hukum (al-hakim) dan syariat (al-musyarri’), baik dalam perkara ibadah, makanan, pakaian, akhlak, muamalah, maupun uqubat(sanksi-sanksi).
Sedangkan kekuasaan diberikan kepada umat. Artinya, umatlah yang diberi hak untuk menentukan siapa yang menjadi penguasa yang akan menjalankan kedaulatan syara’ itu. Tentu saja, penguasa atau pemimpin yang dipilih harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan hukum syara’ baik syarat in'iqad (utama) maupun syarat afdhaliyah (sempurna).
Penutup
Bagi seorang mukmin Islam dijadikan sebagai jalan hidup nya secara utuh & menyeluruh (kaffah) termasuk dalam aspek politik Islam (siyasah syar'iyyah) yang tidak hanya memikirkan pentingnya sosok pemimpin tapi juga sistemnya yang shahih yang bersumber dari sang pemilik kehidupan yakni Allah SWT.
Wallahu a'lam