Investasi Asing di Pasar Medan, Kapitalisme sebagai Ancaman
Oleh Sindi Laras Wari (Aktivis Muslimah)
Investasi asing makin gencar memasuki sistem ekonomi di negeri ini. Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya proses ekonomi yang ada. Salah satunya adalah pasar tradisional yang dikhawatirkan akan makin sepi pengunjung.
Direktur Divisi Kerja Sama Internasional Kota Gwangju Jeong Chang Kyoon mengatakan “Hubungan Gwangju dan Kota Medan di sister city selama ini hanya sebatas bidang pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah Gwangju berencana akan mengembangkan kerja sama dibidang ekonomi usai bertemu dengan Bobby Nasution.” (medan.tribunnews.com, 21/06/2022).
Rombongan perwakilan pemerintah Gwangju melihat basemen pasar Petisah yang menjual aneka kebutuhan pokok di antaranya adalah sayur mayur, daging, ikan, dan kebutuhan pokok lainnya. Kemudian, Suwarno mengajak rombongan ke lantai dua pasar Petisah yang menjual berbagai produk pakaian, sepatu, dan lain-lain yang didampingi oleh Dirops Ismail Pardede, Dirbang/SDM Imam Abdul Hadi dan Dirkeu/Adm Fernando Napitupulu, Dirut PUD.
Rombongan Perwakilan Pemerintah Gwangju mendatangi pasar Petisah di kota Medan bukan hanya sekadar mengunjungi dan melihat-lihat saja, tetapi kedatangan rombongan tersebut membawa sebuah misi yaitu kerja sama berupa investasi yang akan dilakukan dengan membuka salah satu cabang Y-Mart di kota Medan, yang disambut baik oleh Wali Kota Medan tersebut.
Masuknya Investasi asing di kota Medan dengan mendirikan pasar baru berupa Y-Mart mampu mengganggu keberlangsungan pasar-pasar yang ada di kota Medan. Berdirinya Y-Mart seperti yang direncanakan mampu membuat masyarakat dapat beralih dari pasar tradisional yang telah ada ke pasar modern seperti Y-Mart, karena mereka akan menarik perhatian masyarakat dengan sistem marketingnya yang menyediakan berbagai jenis pangan yang tidak berasal dari Indonesia saja.
Investasi tersebut menggunakan sistem pasar yang ada, yaitu berlandaskan dengan ekonomi kapitalistik karena mereka bergerak sesuai dengan kepentingan yang ingin mereka raih. Di mana, sistem tersebut berpegang teguh kepada “modal sekecil-kecilnya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya.” Tanpa pernah memikirkan apakah cara yang mereka tempuh adalah suatu kebaikan atau suatu keburukan yang berdampak buruk bagi masyarakat.
Investasi adalah jalan bagi negeri-negeri kapitalis untuk menancapkan hegemoni mereka di negeri jajahannya. Terutama jika investasi tersebut di dalam sektor strategis dan vital, karena dasarnya, investasi seperti ini jelas tidak akan membawa kebaikan sedikit pun kepada rakyat. Sebaliknya, yang ada keuntungan hanya akan datang kepada para kapital dan pedagang lokal akan mendapatkan dampak yang buruk.
Berbeda dengan sistem Daulah Khilafah Islamiah yang tidak akan mengadopsi kebijakan dari asing dan kerja sama dalam bentuk apa pun, yang akhirnya bermuara pada penyerahan kepentingan umat Islam. Hukum Islam telah mengatur dan memberikan kerangka yang rinci agar Khilafah terjaga kedaulatan dan kepemimpinannya, serta umat yang berada di bawah naungannya.
Sesungguhnya Daulah Khilafah menjadi negara yang kuat dalam bidang ekonominya, bukan karena menjalin kerja sama dengan negara asing seperti investasi, melainkan karena menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan memberikan pemasukan yang maksimal untuk Daulah dan tidak ketergantungan terhadap asing. Hal ini akan menjadikan ekonomi Islam berdaulat dan mandiri. Mandiri dalam pembangunan dalam negeri yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Konsep ekonomi Islam inilah yang dapat menjamin kesejahteraan pada rakyatnya.
Konsep kepemilikan yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kepemilikan individu, benda berupa zat maupun manfaat, yang memungkinkan seseorang menggunakan barang tersebut atau mendapatkan kompensasi karna barang tersebut diambil manfaatnya oleh orang lain, dan kepemilikan individu itu dijaga oleh negara. Kedua, kepemilikan umum yang diperuntukkan bagi masyarakat berupa pandang rumput, air, api, sesuatu yang jumlah tidak terbatas seperti tambang emas, minyak, perak, dan segala fasilitas yang pembentukannya tidak memungkinkan dimiliki individu seperti jalan umum, rumah sakit, sekolah, masjid dan sungai, dan kepemilikan oleh negara yang harus dikelola oleh negara misalnya jizyah.
Konsep kepemilikan tersebut sedemikian rupa diatur oleh Islam sekaligus tata pengelolaannya. Kepemilikan umum tetap dikelola oleh negara dengan berorientasi pada kelestarian sumber daya. Sehingga akan menghasilkan pemasukan bagi negara yang sangat besar dan mampu menjadikan negara mandiri tidak bergantung kepada investasi asing.
Seperti itulah perbedaan antara sistem ekonomi kapitalis dengan sistem Islam. Negara akan terus mengalami kerugian ketika masih saja melakukan kerja sama berupa investasi dengan asing yang pastinya akan menguntungkan para kapital, serta tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat sekitar tempat mereka berinvestasi.
Berbanding terbalik dengan sistem ekonomi Islam yang mandiri dan mampu menyejahterakan umat yang berada di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiah. Dengan fakta yang telah ada, Daulah Islam mampu menyejahterakan umatnya serta mampu berdiri selama hampir 13 abad lamanya, dan sistem demokrasi kapitalis yang sedang berdiri di dunia ini hingga sekarang belum pernah menyejahterakan rakyatnya. Seharusnya kita sudah bisa berpikir, sistem mana yang harus kita pakai dalam kehidupan kita, yang mampu menyejahterakan seluruh umat manusia.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّـلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107).
Wallahualam bissawab.