Antara Perempuan Dan Infrastruktur
Alfisyah S.Pd ( Guru dan Pegiat Literasi Islam)
Seorang ibu hamil kembar terpaksa kehilangan bayinya karena
terlambat penanganan. Sang Ibu penduduk desa sindang resmi, provinsi Banten ini
terpaksa ditandu menuju puskesmas kecamatan. Delapan orang yang menandunya melewati jalan setapak selama dua jam.
Setelah diangkut kendaraan roda empat, Enah melahirkan bayinya. Namun Enah tak
beruntung, satu bayinya wafat dalam kandungan. Satu bayi lagi, wafat 6
menit setelah dilahirkan. Enah semakin
drop. Akibat infrastruktur yang buruk dan tak memadai.
Bukan hanya Enah, 2 minggu sebelumnya kejadian yang sama terjadi
pada seorang Ibu bernama Lina. Penduduk desa Sindang Resmi juga. Jalan becek
karena hujan menjadi penyebabnya. Sudah lama masyarakat pandeglang ini
menginginkan infrastruktur jalan yang layak. Namun tak pernah didengar dan
dikabulkan hingga hari ini. Sebenarnya infrastruktur jalan yang dibanggakan
punggawa negeri ini untuk siapa? Haruskah banyak korban ini terus terjadi karena dibiarkan tak dipedulikan? Kemana para
pemimpin negeri saat ini? Sudahkah mereka mendengar kepiluan Enah dan ibu
lainnya?
Jargon pembangunan infrastruktur yang dibanggakan itu sebenarnya
untuk siapa? Sebab banyak daerah pedalaman dan terisolir yang dibiarkan begitu
saja. Ketimpangan pembangunan kota dan desa nampak nyata di negeri ini.
Infrastruktur memang bukan milik rakyat
dalam logika kapitalisme. Para kapital lah yang memiliki akses mudah merasakannya.
Pemerintah menganulir kebijakannya sesuai keinginan kapital. Rintihan pilu
masyarakat tak akan didengar. Penguasa itu hanya patuh pada kapital yang
membiayai pemilihan mereka saat naik ke kursi yang diinginkan.
Beginilah nasib perempuan dalam sistem tak layak. Jangankan
perempuan, anak dan remaja, bahkan orang dewasa pun menderita hidup dalam
sistem ini. Sistem yang kejam. Hanya mementingkan kepentingan segolongan elit
saja. Sementara uang lainnya terlunta-lunta, sakit dan bahkan mati akibat
kekejamannya. Masihkah sistem seperti ini dipertahankan?
Andai kita mau menilik sedikit sistem Islam. Kita akan sampai pada
keadaan yang mencengangkan. Perempuan, anak dan remaja diperlakukan terhormat.
Infrastruktur nya terbaik dan layak. Perempuan terjaga secara fisik maupun
psikisnya.
Pengorbanan perempuan kala melahirkan betul-betul diperhatikan.
Rumah sakit lux siap melayani. Rumah sakit keliling justru mencari orang sakit
dalam dua puluh empat jam. Dokter pun
berjaga tanpa lelah. Mereka digaji tinggi sesuai kerja mereka yang berat. APBN
negaranya pun tak pernah defisit. Bahkan surplus karena SDA dan kekayaan Negara
dikelola mandiri. Tidak didikte bahkan tidak ditekan oleh asing dan pihak
lain.
Daerah-daerah yang terisolir akan dibangun fasilitas yang memadai.
Sebab hilangnya satu nyawa sama dengan hilangnya seluruh nyawa masyarakat.
Syariat Islam melarang keras kelalaian penguasa yang sampai menyakiti dan
nenghilangkan nyawa masyarakatnya.
Namun itu semua bukanlah negeri dongeng. Dia ada dan nyata. 13 abad
penerapan Islam dalam bingkai negara menjadi bukti kebaikan dan keunggulan
sistemnya. Mau cari bukti kemana lagi? Hendak menolak fakta yang jelas ini?
Dimanakah naluri kita saat mendengar kabar Enah, Lina dan perempuan lain yang
menjadi korban sistem rusak ini?
Oleh karena itu sampai kapan
persoalan ini berlarut-larut? Sampai kapan sistem gagal ini dipertahankan? Apa
yang kita lakukan untuk menghentikan kasus serupa terulang lagi nanti? Mari
berdakwah, ubah masyakatnya dengan Islam dan terapkan hukumnya hingga hari
kiamat. Niscaya kasus pilu ini tak akan muncul lagi di kemudian hari. Insya
Allah. Wallahu'alam.