Perempuan Berpolitik? Haruslah!
Oleh: Ratih Yusdar (Aktivis Muslimah)
Meskipun banyak hal yang dapat ditunda dengan adanya pandemi virus covid-19, namun sepertinya tidak berlaku untuk penyelenggaraan pesta demokrasi daerah yang akan digelar dalam waktu dekat ini, khususnya di kota Medan.
Tak heran bila saat ini tokoh-tokoh politik mulai berkampanye dengan memasuki dan mengunjungi kelompok-kelompok masyarakat di setiap sudut kota Medan, termasuk kelompok pengajian ibu-ibu yang jumlahnya mungkin ribuan.
Seperti yang dilakukan oleh seorang politisi perempuan dari parpol besar PDIP. Di depan jamaah ibu-ibu ia mengatakan bahwa gelaran Pilkada 2020 harus dijadikan momentum bagi kaum ibu-ibu untuk berperan aktif dalam menentukan sejarah Kota Medan kedepannya, apalagi melihat citra Kota Medan yang saat ini sangat buruk. "Medan Harus berubah dan kaum Ibu-ibu harus ikut dalam gerbong perubahan tersebut ..." jelasnya di depan para Jama’ah Kelompok Pengajian Istiqomah di Jalan Setia Luhur, Medan Helvetia (rmolsumut.id, 23/10/2020)
Sayangnya, dalam sistem demokrasi ini pemahaman berpolitik sebagian besar kaum perempuan —terutama ibu-ibu— selalu digiring dalam rangka pemilu atau pun pilkada, sehingga pemikiran para perempuan akan difokuskan agar tidak salah dalam memilih calon wakil yang akan berlaga di Pilkada nanti.
Banyak kaum perempuan yang tidak paham makna politik sesungguhnya, terutama politik dalam Islam. Malah lebih banyak yang enggan bahkan alergi untuk membicarakan masalah politik dengan dalih "politik itu bukan urusan emak-emak". "Emak-emak sudah banyak masalah, jadi urusin rumah tangga aja, urusin keluarga aja. Soal suara di pilkada ya sudah nanti dicoblos sesuai ini dan itu saja."
Padahal sebenarnya di "zaman now" ini emak-emak itu punya kekuatan yang luar biasa dalam hal politik, sehingga ada istilah "The Power of Emak-emak". Apakah kaum perempuan (emak-emak) ini hanya dibutuhkan suaranya ketika pemilu ataupun pilkada saja?
Perempuan muslim harus cerdas agar tidak terkecoh dengan iming-iming yang selalu dijanjikan dalam setiap kampanye yang dilakukan oleh partai-partai politik pengusung calon mereka. Kaum perempuan muslim harus menempatkan posisi yang benar dalam masalah politik. Kaum perempuan muslim harus mengetahui jelas kemana arah dan tujuan kehidupan berpolitik yang sesuai dengan syari'at Islam yang dapat menerapkan hukum-hukum Allah sesuai Alqur'an dan hadist bukan asal ikut-ikutan saja.
Islam adalah agama yang sempurna dengan kitab suci Alqur'an dan As Sunnah sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan ummat manusia. Islam tidak hanya mengatur permasalahan ibadah mahdhoh saja seperti kewajiban sholat, puasa dan zakat, tetapi juga mewajibkan hukum qishash dalam perkara pembunuhan, “kutiba ‘alaykum al-qishâsh” (QS Al-Baqarah: 78).
Demikian juga Islam memerintahkan untuk melakukan perang (jihad) seperti yang tercantum dalam QS al-Baqarah ayat 216. Dalam ayat ini Allah SWT menggunakan lafaz “kutiba ‘alaykum al-qitâl”.
Selain mengatur hukum qishas dan jihad, Islam juga menjelaskan hukum terkait persoalan kehidupan lainnya, seperti masalah ekonomi yang menetapkan hukum keharaman riba dan menghalalkan perdagangan (lihat QS. Al-Baqarah ayat 275), juga saat mewajibkan pendistribusian harta secara adil di tengah masyarakat (lihta QS. Al-Hasyr ayat 7).
Disinilah peranan perempuan-perempuan muslim, termasuk emak-emak muslimah yang super power ini. Peran perempuan muslim sangat dibutuhkan untuk ikut andil dalam perjuangan mendakwahkan politik yang sesuai dengan syari'at Islam, yaitu untuk penegakan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Politik dalam Islam lebih difokuskan dalam berdakwah menegakkan syari'at Islam, bukan sibuk berebut kekuasaan. Kaum perempuan wajib terus ikut belajar tanpa batasan usia dan ikut menyampaikan kebenaran amar ma'ruf nahi munkar. Insya Allah jika kita mau, kita pasti bisa! Wallahu a’lam bish-shawab.