POLITIK AKTIVIS DAKWAH KAMPUS
Oleh ( Budiman )
Islam dan politik adalah dua hal yang sangat sulit dipisahkan, karena sesungguhnya agama islam adalah agama yang sangat kompleks mengatur semua ini dalam kehidupan manusia. Begitupun politik yang biasa disebut siyasah syar’iyah ( politik islam ). Yang tentunya berbeda dengan politik pada umumnya ( siyasah al – amah ).
Keniscayaan dalam berpolitik bagi aktivis dakwah kampus adalah sesuatu yang membuat mereka niscaya pula memahami ensesi dari politik kampus. Bahwa aktivitas mereka dalam menceburkan diri dalam dunia politik semata – mata didasarkan pada dua prinsip pelayanan dan perbaikan kampus. Pelayanan ( amal khidamy ) adalah sisi utama yang harus dijalankan aktivis dakwah kampus pada masyarakat kampus. Tentunya pelayanan di sini dalam ke proposinonalan. Karena kaidah dakwah kita adalah melayani sebelum mendakwahi. Mad’u mahasiswa amah dengan memberikan pencerahan kepada mereka tentang hakikat islam itu yang suci jauh dari distorsi dan intervensi musuh – musuh islam. Disinilah kita mewarnai intelektual - intelektual masa depan sehingga setidaknya mereka tercerahkan atau berafiliasi terhadap dakwah islamiyyah. Sehingga minimal telinga – telinga mereka tidak terasa aneh ketika mendengar syariat, khilafah, politik islam, dakwah islam dan sebagainya.
Pertama, sesungguhnya ada perbedaan yang mendasar antara kepartaian dan politik. Keduanya mungkin dapat bersatu dan mungkin berseteru. Mungkin seseorang disebut politikus dengan segala makna politik yang terkandung di dalamnya, tetapi ia tidak berinteraksi dengan partai atau bahkan tidak ada kecenderungan ke sana. Mungkin pula ada orang yang berpolitik praktis ( terjun dalam kepartaian ), tetapi ia sama sekali tidak mengerti masalah politik. Ataau mungkin ada pula orang yang menggabungkan antara keduanya sehingga ia adalah politikus yang berpolitik praktis atau berpolitik praktis yang politikus pada proporsi yang sama.
Politik adalah suatu dasar ilmu yang telah tertanam dalam setiap insan manusia dalam hal mempertahankan baik diri sendiri, kelompok dan Negara. Partai adalah wadah untuk mempersatukan setiap pemikiran politik setiap insan manusia dalam mencapai suatu tujuan yang sama.
Ketika saya berbicara tentang politik praktis pada kesempatan ini maka yang saya kehendaki adalah politik secara umum, yakni melihat persoalan – persoalan umat, baik internal maupun eksternal yang sama sekali tidak terikat dengan hizbiyah ( kepartaian ).
Kedua, sesungguhnya orang non – muslim, tatkala mereka awam tentang islam ini, atau tatkala mereka dibuat pusing oleh urusan dan kukuhnya islam yang menancap di dalam jiwa para pengikutnya, atau kesiapan berkorban dengan harta dan jiwa mereka demi tegaknya maka mereka berusaha tidak berusaha untuk melukai jiwa – jiwa kaum muslimin dengan menodai nama islam, syariat dan undang – undangnya. Namun, mereka berusaha membatasai substansi makna islam pada lingkup sempit yang menghilangkan semua sisi kekuatan operasional yang ada di dalamnya. Kendati setelah itu yang tersisa bagi kaum muslimin adalah kulit luar dari bentuk dan performa yang sama sekali tidak berguna.
Maka mereka berusaha memberikan pemahaman kepada kaum muslimin bahwa islam adalah sesuatu, sementara masalah sosial adalah sesuatu yang lain. Islam adalah sesuatu dan masalah – masalah ekonomi adalah sesuatu yang lain, yang tidak ada hubngannya sama sekali, islam adalah sesuatu dan peradaban bukan bagian darinya. Islam adalah sesuatu yang harus berada pada jarak yang jauh dari politik.
Begitulah cara mereka untuk mendoktrin umat islam, mereka memberii doktrin bahwa politik adalah bukan termasuk urusan agama, memisahkan agama dan politik adalah cara mereka agar umat islam tertidur pulas dan bermimpi panjang dengan angan – angannya.
Substansi makna yang merendahkan fikrah islamiah dan ruang sempit yang dibataasi oleh makna islam semacam inilah yang di upayakan oleh musuh – musuh islam untuk mempersempit ruang gerak kaum muslimin di dalamnya dan melecehkan mereka seraya ( musuh – musuh itu ) mengatakan, “ kami berikan kepada kalian kebebasan beragama” padahal undang – undang dasar Negara telah menggariskan bahwa agama resmi adalah islam.
Katakanlah : “ inilah jalan ( agama ) ku, aku dan orang – orang yang mengikuti ku mengajak ( kamu ) kepada allah dengan hujjah yang nyata, maha suci allah, dan aku tiada termasuk orang – orang musyrik”. ( yusuf: 108 )
Perbaikan ( islah ). Inilah pembeda politik islam ( siyasah syar’iyah ) dengan politik pada umumnya. Esensi penting politik islam yang menjadi beban berat aktivis dakwah kampus untuk memperbaiki apapun kebathilan yang ada di dalam kampusnya. Ada dua agenda menurut saya yang harus di perhatikan secara baik.
Pertama, perbaikan agar terwujudnya biah hasanah di dalam kampus denga berbagai sarana yang dapat di tempuh aktivis dakwah kampus.
Kedua, perbaikan system keuangan, birokrasi dan administrasi kampus. Agar tidak adalagi mahasiswa yang terugikan oleh kebijakan kampus. Saya ingin mengutip kalimat imam asy – syahid hasan al – banna : “ mengurus persoalan pemerintah, menjelaskan fungsi – fungsinya, merinci kewajiban dan hak – haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan”. Mengkritik bukan sebuah kesalahan atau dosa, kritikan merupakan keharusan dalam mengawal suatu kebijakan yang dikeuarkan. Maka tak ada alasan untuk berdiam diri dan tidur pulas saat ada sesuautu kekeliruan atau kesalahan.
Kekuasaan adalah washilah untuk mewujudkan apa yang diperintahkan allah dan raasulnya, bekerja dan bersemangat bukan untuk menyongsong kedudukan dan pujian.