Panji Pemersatu Umat di Dunia dan Akhirat
Oleh: Meivina Tania, S.Pd
Ketika Muhammad saw belum dilahirkan dan diutus menjadi Rosul ke muka bumi, manusia hidup penuh kegelapan dan kebodohan. Mereka menyembah api, pohon atau patung yang mereka pahat sendiri. Kaum wanita dan orang-orang lemah menjadi budak hawa nafsu dan keserakahan mereka yang sedang berkuasa. Membunuh anak perempuan, minum khamar, riba, pembunuhan karena fanatisme kesukuan jadi tradisi kehidupan masyarakat di zaman itu. Manusia terpecah dan tersekat dengan ikatan yang rusak seperti kesukuan dan kebangsaan.
Masing-masing kabilah (suku) merasa lebih baik dari suku yang lain. Masing-masing negara pada saat itu juga merasa paling berkuasa. Suku Aus dan khajraj yang berada di Madinah selalu dalam peperangan dan pertikaian yang tidak kunjung selesai selama ratusan tahun lamanya. Hingga kehadiran Rosullullah di Madinah pasca hijrah menjadikan mereka mengubur fanatisme kesukuan mereka. Mereka disatukan dalam satu bendera dan panji “La illa ha illallah, Muhammad Rosulullah”
Demikian juga dengan Persia dan Romawi pada saat itu selalu memperebutkan posisi sebagai negara adidaya dan menjajah banyak wilayah di dunia. Mereka berperang demi sebuah ambisi menjadi negara nomor satu di dunia. Namun ketika dua wilayah itu ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin maka tidak ada lagi kibaran bendera kebangsaan Persia dan Romawi. Masyarakat yang hidup di dua negara adidaya pada saat itu disatukan dalam satu kibaran bendera” La ilaha illallah, Muhammad Rosulullah”
Begitu pula dengan wilayah bekas Fir'aun memimpin ketika ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin di bawah komando sahabat Rosullullah saw, Amr bin Ash berada dalam satu kibaran bendera tauhid. Jadilah sampai sekarang Turki, bekas ibu kota Romawi Timur dikenal sebagai negeri islam dengan mayoritas penduduk muslim. Irak dan Iran bekas wilayah Persia juga dikenal sebagai negeri islam. Semua wilayah itu dulunya berada dalam naungan panji yang satu: “ La ilaha illallah, Muhammad Rosulullah”
Sejak Rosullullah saw memimpin negara islam Madinah tahun 622 M dan dilanjutkan oleh Khilafah islam sampai tahun 1924 M hampir dua pertiga bumi ini berada dalam kibaran satu bendera saja. Tidak ditemukan bendera selain bendera bertuliskan “La ilaha illallah, Muhammad Rosulullah”. Pasca runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki berlanjut skenario penjajah kafir barat mencabik-cabik kesatuan wilayah yang hidup dalam satu bendera tauhid. Sejak saat itulah wilayah yang dahulunya berada dalam satu bendera tauhid kemudian berubah menjadi banyak bendera warna warni sampai hari ini.
Bendera tauhid adalah simbol persatuan umat islam di dunia dan akhirat. Di dunia telah dibuktikan dengan bersatunya manusia seluas dua per tiga wilayah bumi pada masa lampau selama lebih kurang 13 abad di bawah satu bendera tauhid, dengan kebhinekaan yang sangat kompleks. Dan dengan ijinNya dalam waktu dekat bendera tauhid akan kembali berkibar menyatukan seluruh manusia dalam naungan khilafah.
Bendera tauhid ada yang berwarna hitam dan ada yang berwarna putih sebagaimana dinyatakan dalam hadits: “Rayah Rosulullah saw berwarna hitam dan Liwa'nya berwarna putih. Tertulis disitu La ilaha illallah Muhammad Rosullullah” (HR Abu Syaikh al-Ashbani dalam akhlak an-Nabiy saw). Bendera tetap berkibar dalam kondisi perang ataupun damai.
Bendera dalam kondisi perang
Dalam kondisi sedang terjadi peperangan, Liwa' ada di kemah amir brigade pasukan. Namun tidak dikibarkan hanya dililit diujung tombak. Di dalam brigade pasukan juga ada rayah yang dibawa oleh komandan tempur atau pasukan kecil-kecil di medan tempur.
Bendera tauhid tidak boleh jatuh ke tanah pada saat peperangan, karena akan menandakan kalahnya pasukan kaum muslimin. Banyak kisah heroik dan mengharukan para sahabat nabi demi mempertahankan panji tauhid. Mush'ab bin umair seorang sahabat nabi yang tampan diamanahkan memegang panji tauhid pada perang Uhud. Sahabat nabi ini rela kehilangan dua tangannya dan menjumpai syahid demi mempertahankan bendera tauhid yang dipegangnya agar tidak jatuh.
Kesyahidan sahabat nabi lainnya yaitu salah satu dari tiga panglima perang mu'tah, Ja'far bin Abi Thalib juga demi mempertahankan bendera tauhid. Kedua tangan sahabat Nabi saw ini ditebas musuh dengan 90 lebih luka pedang, tombak, dan panah. Sebagai balasan nya Allah mengganti nya dengan dua sayap agar di syurga dia dapat terbang ke mana saja.
Bendera dalam kondisi damai
Sedangkan dalam kondisi damai al Liwa' dibawa komandan brigade dan dililitkan diujung tombak. Atau bisa dikibarkan di atas markas komandan brigade. Ar rayah tersebar banyak di dalam markas pasukan-pasukan kecil seperti batalyon, sekuadron, detasemen.
Dalam Khilafah yang dahulu berdiri dan akan segera tegak kembali, setiap instansi, kantor, atau jawatan pemerintahan dikibarkan rayah saja tanpa al Liwa', kecuali kantor/istana Khilafah dikibarkan ar Rayah dan al Liwa'. Bendera tauhid rayah (warna hitam) juga boleh dikibarkan di rumah-rumah masyarakat, gedung-gedung umum dan kantor organisasi.
Persatuan umat manusia di bawah bendera tauhid juga akan terjadi di akhirat. Saat itu bendera tauhid akan dipegang langsung oleh Rosullullah saw, sebagaimana sabda Rosulullah saw “Aku adalah pemimpin anak Adam pada hari kiamat dan tidak ada kesombongan. Di tanganku ada Liwa' al Hamdi dan tidak ada kesombongan. Tidak ada nabi pada hari itu, Adam dan lainnya, kecuali di bawah Liwa'-ku” (HR at-Tirmidzi)
Dalam hadits di atas jelas bahwa bendera tauhid sebagai pemersatu semua manusia di dunia dan akhirat. Bahkan di akhirat semua nabi berkumpul di bawah satu panji yang di pegang Rosullullah saw, yang bernama Liwa' al-Hamdi. Dan Rosullullah saw adalah pemimpin seluruh anak adam yaitu semua manusia di hari kiamat.