Hari Keluarga Nasional, BKKBN: Mencintai Keluarga Pondasi Utama
Oleh : Marini (Mahasiswi Universitas Potensi Utama)
Setiap orang menginginkan keluarga yang ideal yaitu keluarga yang tentram, damai dan saling mencintai serta melahirkan generasi yang cerdas. Keluarga juga berperan sangat sentral dalam pembentukan corak generasi kedepan. Namun untuk membentuk keluarga yang ideal itu tidaklah mudah haruslah ada peran negara didalamnya. Sayangnya negara tidak dapat merealisasikan program yang telah direncanakan untuk membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Faktanya kita lihat hari ini pergaulan bebas di kalangan anak dan remaja sudah menjadi budaya. LGBT, kasus-kasus aborsi, pornografi pornoaksi, sudah dianggap lumrah. Begitupun kriminalitas, sudah menjadi santapan sehari-hari dengan tingkat kekejaman yang makin tak terbayangkan. Wajar jika rasa aman kini menjadi barang mahal. Peran orang tua terhadap anak sangatlah penting, namun hal tersebut dapat hilang dikarenakan kesibukan dalam mencari penghidupan. Banyak dari kaum ibu yang bekerja seharian untuk menambah penghasilan keluarga dikarenakan tidak tercukupinya gaji dari kepala keluarga.
Sebagian ibu menganggap wanita perlu berkarir dan berfikir bahwasannya kemajuan perempuan dalam berkarir merupakan kemajuan negara. Maka ini akan berakibatkan pada anak, dimana anak sejatinya memerlukan pola asuh yang tepat dari ibu dan ayahnya. Sehingga ketika anak tidak mendapatkannya maka ia akan mencari perhatian orang lain tanpa bekal ilmu dari orangtuanya. Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kafah ditengarai menjadi salah satu faktor utama kenapa kondisi ini bisa terjadi. Islam terlanjur dipahami sebatas ritual saja, hingga tak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga maupun dalam interaksi masyarakat dan kenegaraan.
Ajaran Islam ritual yang dikukuhi mayoritas masyarakat lambat laun kehilangan power sebagai penuntun dan pembeda antara hak dan kebatilan. Ditambah lagi dengan pemikiran barat yang telah mengubah pemikiran kaum muslimin, dimana perempuan menjadi konsumsi publik. Sehingga terjadilah kerusakan dalam keluarga. Padahal jika ketahanan keluarga dapat terjaga maka dapat menjaga ketahanan negara. Kondisi ini diperparah dengan penerapan sistem sekuler yang menolak peran agama dalam pengaturan kehidupan, dimana negara justru menjadi pilar penjaganya. Dalam sistem rusak ini, sulit sekali mempertahankan kesalehan dan kekafahan dalam berislam. Semua menjadi serba dilematis dan paradoks. Bahkan orang saleh cenderung mudah terjebak atau menjebakkan diri dalam kesalahan. Kompromi antara Islam dan kekufuran bahkan menjadi hal yang diniscayakan. Masyarakatpun kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi munkar. Sulit membayangkan kebahagiaan lahir dalam keluarga jika berbagai faktor dalam mewujudkannya tak terpenuhi. Perubahan akan terwujud bukan sekedar dengan mengganti program dan kebijakan keluarga ala rezim sekuleris liberal, melainkan juga dengan mengganti sistem dan pandangan hidup yang utuh sesuai dengan seruan Ilahi, Islam yang menyuguhkan integrasi berbagai aspek kehidupan dengan visi keluarga muslim, sehingga lahir rasa cinta yang membangkitkan keimanan, membangun negeri, juga kebahagiaan generasi dunia akhirat. Wallahu'alam.