Legalitas Minuman Keras Dipertanyakan (Tafsir al-Qur’an Surah Al-Maidah [50] : 90 - 91)
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan khamr dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat, maka tidakkah kamu mau berhenti?.”
Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat ini turun pada bulan syawal tahun ketiga hijriyah setelah terjadinya peperangan uhud. Pada saat ayat ini turun, Rasulullah saw bersabda, “Khamr telah diharamkan.” Dalam riwayat yang lain Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr. Siapa saja yang membaca ayat ini, sedangkan ia masih memiliki khamr, janganlah meminum dan menjualnya. Abu Sa’id berkata, “(kemudian) semua orang yang memiliki khamr, mereka keluar menuju jalan-jalan (kota) Madinah, lalu menumpahkannya.” Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa Abu Hurairah menyatakan diharamkannya khamr melalui tiga kali turunnya ayat; yakni surah al-Baqarah ayat 219, surah an-Nisa’ ayat 43, dan terakhir surah al-Maidah ayat 90 ini. Pada saat turunnya ayat ini para sahabat menyatakan, “Tuhan kita telah memberhentikan kita (dari meminum-minuman keras).”
Sedangkan yang dimaksud dengan khamr adalah semua jenis zat yang memabukkan, baik diminum, dihisap, disuntikkan, atau dinikmati dengan berbagai macam cara. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw telah bersabda : “Setiap zat yang memabukkan (muskirin) adalah khamr, dan setiap zat yang memabukkan adalah haram.” Di sisi lain, sebagaimana penjelasan Imam Ashmu’I dari Ma’mar bin Sulaiman dalam kitab lisan al-Arab, bahwa yang dimaksud dengan khamr juga adalah setiap zat yang dapat mengacaukan akal dari jenis apapun ianya, karena makna asal khamr adalah mengacaukan akal. Karena itu, pengharaman khamr disebabkan substansi zatnya itu sendiri. Karenanya, pengharaman khamr bukan karena orang yang menikmatinya menjadi mabuk atau kacau akalnya, karena pengharaman khamr tidak berdasarkan illat apapun selain zatnya yang memiliki potensi untuk memabukkan bagi penikmatnya atau terkacaukan akalnya.
Dengan demikian, defenisi khamr di atas sudah cukup menjadi dasar untuk mencari realitas (fahmul waqi’) terhadap zat mana saja yang tercakup dalam makna khamr tersebut, seperti ganja yang dinikmati dengan dihisap, atau zat-zat aditif lainnya yang dinikmati dengan cara disuntikkan. Adanya realitas bahwa khamr di masa Rasulullah saw dinikmati dengan cara diminum tidaklah menggugurkan realitas khamr dengan cara tidak diminum. Realitas telah menunjukkan beberapa nama untuk khamr pada masa Rasulullah saw yang dinikmati dengan cara diminum, antara lain khamr (dengan makna khusus) adalah minuman keras yang berasal dari perasan anggur, fadlikh yakni minuman keras yang berasal dari perasan kurma, atau al-bit’ yakni minuman keras yang berasal dari madu. Sehingga, realitas itu semua menunjukkan pada kesimpulan bahwa penelitian terhadap zat-zat yang memabukkan dapat diserahkan pada ahlinya, mana saja zat-zat yang termasuk memabukkan dan mengacaukan akal seseorang apabila ia mengkonsumsinya. Besar atau kecilnya pengaruh khamr tersebut terhadap seseorang tidak lagi dilihat, karena zatnya itu sendiri yang menunjukkan apakah ia termasuk khamr atau bukan.
Sanksi Bagi Penikmat Khamr
Adapun penikmat khamr akan diberikan sanksi 40 kali jilid, karena ia termasuk dalam perkara hudud, yakni sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ terhadap tindakan kemaksiatan tersebut. Karena itu, banyak dalil yang menetapkan bahwa orang yang menikmati khamr termasuk wajib dikenakan hukum hudud padanya. Imam at-Tirmidzi telah mengeluarkan hadits dari Abu Sa’id bahwa Rasulullah memukul para peminum khamr sebanyak 40 kali dengan pelepah kurma. Abu Sa’id juga menyatakan bahwa pada masa Rasulullah saw peminum khamr dijilid (dipukul) sebanyak 40 kali dengan pelepah kurma, sedangkan pada masa Umar, pelepah kurma diganti dengan cambuk. Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata : “Nabi saw menjilid 40 kali, Abu Bakar menjilid 40 kali, Umar 80 kali, dan semuanya adalah sunnah.” Karena itu, kebolehan untuk menambah lebih dari 40 kali pukulan adalah perkara mubah untuk membuat jera pelakunya.
Di sisi lain, para penikmat khamr jika tidak bertaubat dan berhenti dari meminumnya sampai ia mengalami kematian, maka ia akan mendapatkan azab yang pedih dari Allah kelak di akhirat. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dinyatakan bahwa peminum khamr kelak di akhirat akan diberikan minum dari thinatul khabalatau radghatul khabal (dalam hadits Imam Ibnu Majah) yakni cairan kotor yang keluar dari tubuh penghuni neraka atau nanah dan darah yang menjijikkan dari penduduk neraka. Bahkan, walaupun ia melaksanakan ibadah sholat maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari, hal ini sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dari Ibnu Abbas ra. karena itu, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani, Ibnu Abbas menuturkan hadits Rasululullah saw yang menyatakan, “Siapa saja yang mati sebagai peminum khamr, maka ia akan bertemu Allah dalam keadaan seperti penyembah berhala.”
Sanksi yang diberlakukan tidak hanya bagi peminum khamr semata namun siapa saja yang terlibat dalam menyediakan jasa penyediaan barang-barang haram tersebut. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “dilaknat Allah khamr (substansi zatnya), demikian juga peminumnya, yang menuangkan, yang menjualnya, yang membelinya, yang membawanya, orang yang diminta untuk membawakannya, orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, dan orang yang memakan harganya.” Dengan demikian, siapapun yang terlibat dalam “menghalalkan” barang-barang haram tersebut adalah orang-orang yang bersepakat dalam kemaksiatan yang dilaknat oleh Allah Swt. Dalam Islam, sanksi yang dijatuhkan kepada orang yang melakukannya (selain yang meminumnya dengan 40 kali pukulan) adalah ta’zir yakni hukuman yang ditetapkan oleh Khalifah dalam pengadilan agar pelakunya mendapatkan efek jera untuk tidak terlibat lagi dalam kerjasama mengedarkan barang-barang khamr tersebut.
Kesimpulan
Khamr dengan segala jenis penamaannya adalah barang-barang yang haram untuk dinikmati. Banyaknya ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah yang melarang dan melaknat barang-barang tersebut berikut penikmatnya, menjadi bukti bahwa umat Islam tidak boleh melegalkan minuman keras atau khamr lainnya apapun alasannya. Legalisasi minuman keras misalnya, untuk diambil pajaknya dengan distribusi yang ketat tidaklah menafikan bahwa orang yang terlibat didalam pelegalan minuman keras tersebut telah berani lancang untuk melawan Allah Swt dan Rasul-Nya saw. Karena itu, tidak boleh ada alasan apapun untuk melegalisasi minuman keras tersebut. Karena menerima pajak dari minuman keras berarti “memakan harganya” dan ini sangat jelas haramnya. Disinilah sekuler dibawah asuhan demokrasi dengan kaidah “yang penting menguntungkan”, tidak sejalan dengan prinsip Islam “yang penting ridho Allah”. karena itu, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin sangat memperhatikan prinsip menjaga akal, agar manusia tidak jatuh dalam lumpur kehinaan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Penulis : Muhammad Fatih al-Malawy
Ketua Lajnah Tsaqafiyyah Hizbut-Tahrir Indonesia Sumut, Mudir Ma’had ats-Tsaqafiy