Cemeti Azab di Negara Fasad
[caption id="attachment_3461" align="alignleft" width="300"] ilustrasi[/caption]
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad?. (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. Dan (terhadap) kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.Dan (terhadap) Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar dan tentara yang kuat), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka banyak berbuat kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan azab kepada mereka, sungguh Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (TQS. al-Fajr [89] : 6 – 14).
Kalimat “Apakah kamu tidak memperhatikan” dalam bahasa “alam tara” dengan menggunakan huruf hamzah di awal kalimat merupakan istifham (kata tanya), sedangkan kata lam bermakna nafiyy (kata yang menegasikan sesuatu). Susunan dua kata tersebut (yakni gabungan kata tanya dan kata yang menegasikan sesuatu) memberikan makna istifham taqriri, yakni kalimat tanya yang memberikan makna penegasan. Sedangkan penggunaan uslub istifham taqriri menunjukkan bahwa peristiwa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini bukan perkara asing bagi bangsa Arab. Peristiwa yang melibatkan tiga negeri( ‘Ad, Tsamud, dan Fir’aun) yang telah berbuat sewenang-wenang dan kerusakan di muka bumi; baik pemimpin maupun masyarakatnya. Adapun khitab (seruan) yang ditujukan pada kata “kamu” berlaku bagi Nabi Muhammad saw dan umum untuk setiap orang berdasarkan kaidah “khitab (seruan) pada Rasul, juga seruan bagi ummatnya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.”
Kisah tentang kaum ‘Ad serta kehancuran negeri itu telah menjadi cerita yang masyhur di kalangan bangsa Arab. Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa kaum ‘Ad adalah keturunan ‘Ad bin Iram bin ‘Aush bin Sam bin Nuh. Kemudian nama ‘Ad dijadikan sebagai nama salah satu kabilah Arab pada masa itu. Sedangkan mereka bertempat tinggal di sebelah selatan jazirah Arab, tepatnya antara Amman dan Hadhramaut. Adapun kata Iram (generasi ‘Ad berikutnya) akhirnya menjadi nama ibukota kaum ‘Ad yang masyhur dengan bangunan modern pada masanya. Di sisi lain, kaum ‘Ad juga merupakan kaum yang diciptakan Allah dengan memiliki fisik yang tinggi dan besar serta memiliki kekuatan yang luar biasa. Allah Swt mengutus Nabi Hud pada mereka, namun mereka mendustakan Nabi Hud serta ajarannya untuk bertaqwa pada Allah. Allah Swt berfirman :“Maka mereka mendustakannya (Hud), lalu Kami binasakan mereka. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.” (TQS. asy-Syu’ara’ [26] : 139).
Selanjutnya kaum Tsamud adalah kaum Nabi Shalih as.Mereka hidup setelah kaum ‘Ad dibinasakan oleh Allah.mereka tinggal di daerah Hijr yaitu sebuah daerah yang berada di antara Hijaz dan Tabuk. Apabila dijelaskan dalam realitas hari ini bahwa mereka bertempat tinggal di bagian utara jazirah Arab antara kota Madinah dan Suriah. Selain memiliki keahlian dalam bidang pertanian atau agraria, mereka juga ahli dalam bidang seni pahat dan arsitek dalam bangunan.Mereka memotong-motong dan memahat batu-batu yang keras di Lembah-lembah (wadi al-Qurra) untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka yang sangat modern pada masanya. Allah berfirman :“Dan sesungguhnya penduduk negeri Hijr (kaum Tsamud) benar-benar telah mendustakan para rasul (mereka). Dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya, dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung batu, (yang didiami) dengan rasa aman. Kemudian mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur pada pagi hari, sehingga tidak berguna bagi mereka, apa yang telah mereka usahakan.” (TQS. al-Hijr [15] : 80 – 84).
Terdapat pula kisah Fir’aun yang memiliki bangunan piramid yang besar dan kokoh, serta tentara yang banyak, lengkap dengan berbagai persenjataannya.Dengan keberadaan tentara tersebut, Fir’aun dapat menopang dan mengokohkan kekuasaannya.Adapun Fir’aun yang dimaksud adalah Penguasa Mesir pada zaman Nabi Musa as.Orang-orang Arab mendapatkan kisah tentang kebinasaan Fir’aun beserta tentaranya dari tetangga mereka Ahlul Kitab (orang-orang Yahudi).Demikian masyhurnya cerita tentang Fir’aun, seolah-olah orang-orang Arab menyaksikan sendiri kejadian tersebut.Allah Swt berfirman :“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu.Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu.Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu.Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya, sedang kamu menyaksikan.” (TQS. al-Baqarah [2] : 49 – 50).
Hancurnya Bangsa Arogan
Jika dicermati, ada kesamaan di antara ketiga kaum yang dikisahkan oleh Allah dalam al-Qur’an tersebut.Mereka semua adalah bangsa-bangsa yang memiliki keahlian, disamping kuat dan besar secara fisik.Keahlian dan kekuatan secara fisik tersebut menjadikan mereka sukses dalam kehidupan dunia. Keberhasilan itu mereka anggap tanpa campur tangan Tuhan sama sekali, hingga membuat mereka sombong dengan membanggakan keberhasilan tersebut dan menolak untuk bertaqwa pada Allah Swt. Banyaknya anugerah yang diberikan Allah itu tidak membuat mereka menjadi hamba Allah yang bersyukur dan taat pada syariah-Nya. sebaliknya, justru mereka menjadi bangsa yang arogan dan suka membangkang perintah dan larangan Allah. perintah dan larangan Allah mereka jawab dengan tindakan sewenang-wenang dan banyak melakukan kerusakan di muka bumi.
Tindakan sewenang-wenang (at-tughyan) dan melakukan kerusakan (al-Fasad) dilakukan dengan kekafiran, maksiat pada Allah, dan bersikap dzolim terhadap sesama manusia. Beberapa perbuatan tersebut antara lain : menolak para Nabi serta risalah yang dibawanya, bahkan Nabi serta risalah yang dibawanya tersebut dihina, dicemooh, dan tidak diperhatikan sama sekali. Menganggap sepi ancaman dan azab dari Allah akibat lancang dari perintah dan larangan-Nya, bahkan seolah-olah mereka mampu untuk menghadapi azab Allah tersebut.Berlaku dzholim terhadap manusia dilakukan dengan pembunuhan, siksaan, serta penangkapan yang sewenang-wenang. Hukum Tuhan tidak diberlakukan sama sekali, bahkan mereka menganggap nenek moyangnya lebih baik daripada hukum-hukum Allah untuk mengatur berbagai kehidupan mereka. Apalagi Fir’aun, kesombongannya akhirnya membuat ia mengakui bahwa dirinya adalah Tuhan yang dapat menghukum manusia dengan hawanafsunya semata.
Penuturan kisah Hancurnya bangsa-bangsa arogan tersebut seharusnya menjadi pelajaran amat penting bagi seluruh manusia.Bagi kaum mukmin, kisah itu dapat memperteguh iman dan keistiqomahan mereka dalam dakwah.Betapapun berat tantangan dakwah yang mereka hadapi, mereka tetap memiliki Allah yang senantiasa memberikan jalan keluar dari setiap persoalan mereka. Bagi kaum yang dzholim dan kafir yang menyombongkan keahlian, kekuasaan, dan kekuatannya, seharusnya sadar akan kelemahan mereka dihadapan Keperkasaan Allah Swt. Jika mereka tidak menyadarinya, dan tidak kembali pada syariah Allah, maka nasib mereka akan sama dengan pendahulunya, yakni kehancuran!. Yang mungkin berbeda hanyalah bentuk dan caranya saja pada saat di dunia, di sisi lain azab di akhirat dengan berbagai siksaan-Nya akan lebih dahsyat lagi. Na’udzubillahi min dzalik.
Penulis : Muhammad Fatih al-Malawy
Ketua Lajnah Tsaqafiyyah Hizbut-Tahrir Indonesia Sumut, Mudir Ma’had ats-Tsaqafiy
ilustrasi
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad?. (yaitu) penduduk Iram (ibukota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. Dan (terhadap) kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.Dan (terhadap) Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar dan tentara yang kuat), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka banyak berbuat kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan azab kepada mereka, sungguh Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (TQS. al-Fajr [89] : 6 – 14).
Kalimat “Apakah kamu tidak memperhatikan” dalam bahasa “alam tara” dengan menggunakan huruf hamzah di awal kalimat merupakan istifham (kata tanya), sedangkan kata lam bermakna nafiyy (kata yang menegasikan sesuatu). Susunan dua kata tersebut (yakni gabungan kata tanya dan kata yang menegasikan sesuatu) memberikan makna istifham taqriri, yakni kalimat tanya yang memberikan makna penegasan. Sedangkan penggunaan uslub istifham taqriri menunjukkan bahwa peristiwa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini bukan perkara asing bagi bangsa Arab. Peristiwa yang melibatkan tiga negeri( ‘Ad, Tsamud, dan Fir’aun) yang telah berbuat sewenang-wenang dan kerusakan di muka bumi; baik pemimpin maupun masyarakatnya. Adapun khitab (seruan) yang ditujukan pada kata “kamu” berlaku bagi Nabi Muhammad saw dan umum untuk setiap orang berdasarkan kaidah “khitab (seruan) pada Rasul, juga seruan bagi ummatnya, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.”
Kisah tentang kaum ‘Ad serta kehancuran negeri itu telah menjadi cerita yang masyhur di kalangan bangsa Arab. Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa kaum ‘Ad adalah keturunan ‘Ad bin Iram bin ‘Aush bin Sam bin Nuh. Kemudian nama ‘Ad dijadikan sebagai nama salah satu kabilah Arab pada masa itu. Sedangkan mereka bertempat tinggal di sebelah selatan jazirah Arab, tepatnya antara Amman dan Hadhramaut. Adapun kata Iram (generasi ‘Ad berikutnya) akhirnya menjadi nama ibukota kaum ‘Ad yang masyhur dengan bangunan modern pada masanya. Di sisi lain, kaum ‘Ad juga merupakan kaum yang diciptakan Allah dengan memiliki fisik yang tinggi dan besar serta memiliki kekuatan yang luar biasa. Allah Swt mengutus Nabi Hud pada mereka, namun mereka mendustakan Nabi Hud serta ajarannya untuk bertaqwa pada Allah. Allah Swt berfirman :“Maka mereka mendustakannya (Hud), lalu Kami binasakan mereka. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.” (TQS. asy-Syu’ara’ [26] : 139).
Selanjutnya kaum Tsamud adalah kaum Nabi Shalih as.Mereka hidup setelah kaum ‘Ad dibinasakan oleh Allah.mereka tinggal di daerah Hijr yaitu sebuah daerah yang berada di antara Hijaz dan Tabuk. Apabila dijelaskan dalam realitas hari ini bahwa mereka bertempat tinggal di bagian utara jazirah Arab antara kota Madinah dan Suriah. Selain memiliki keahlian dalam bidang pertanian atau agraria, mereka juga ahli dalam bidang seni pahat dan arsitek dalam bangunan.Mereka memotong-motong dan memahat batu-batu yang keras di Lembah-lembah (wadi al-Qurra) untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka yang sangat modern pada masanya. Allah berfirman :“Dan sesungguhnya penduduk negeri Hijr (kaum Tsamud) benar-benar telah mendustakan para rasul (mereka). Dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya, dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung batu, (yang didiami) dengan rasa aman. Kemudian mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur pada pagi hari, sehingga tidak berguna bagi mereka, apa yang telah mereka usahakan.” (TQS. al-Hijr [15] : 80 – 84).
Terdapat pula kisah Fir’aun yang memiliki bangunan piramid yang besar dan kokoh, serta tentara yang banyak, lengkap dengan berbagai persenjataannya.Dengan keberadaan tentara tersebut, Fir’aun dapat menopang dan mengokohkan kekuasaannya.Adapun Fir’aun yang dimaksud adalah Penguasa Mesir pada zaman Nabi Musa as.Orang-orang Arab mendapatkan kisah tentang kebinasaan Fir’aun beserta tentaranya dari tetangga mereka Ahlul Kitab (orang-orang Yahudi).Demikian masyhurnya cerita tentang Fir’aun, seolah-olah orang-orang Arab menyaksikan sendiri kejadian tersebut.Allah Swt berfirman :“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu.Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu.Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu.Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya, sedang kamu menyaksikan.” (TQS. al-Baqarah [2] : 49 – 50).
Hancurnya Bangsa Arogan
Jika dicermati, ada kesamaan di antara ketiga kaum yang dikisahkan oleh Allah dalam al-Qur’an tersebut.Mereka semua adalah bangsa-bangsa yang memiliki keahlian, disamping kuat dan besar secara fisik.Keahlian dan kekuatan secara fisik tersebut menjadikan mereka sukses dalam kehidupan dunia. Keberhasilan itu mereka anggap tanpa campur tangan Tuhan sama sekali, hingga membuat mereka sombong dengan membanggakan keberhasilan tersebut dan menolak untuk bertaqwa pada Allah Swt. Banyaknya anugerah yang diberikan Allah itu tidak membuat mereka menjadi hamba Allah yang bersyukur dan taat pada syariah-Nya. sebaliknya, justru mereka menjadi bangsa yang arogan dan suka membangkang perintah dan larangan Allah. perintah dan larangan Allah mereka jawab dengan tindakan sewenang-wenang dan banyak melakukan kerusakan di muka bumi.
Tindakan sewenang-wenang (at-tughyan) dan melakukan kerusakan (al-Fasad) dilakukan dengan kekafiran, maksiat pada Allah, dan bersikap dzolim terhadap sesama manusia. Beberapa perbuatan tersebut antara lain : menolak para Nabi serta risalah yang dibawanya, bahkan Nabi serta risalah yang dibawanya tersebut dihina, dicemooh, dan tidak diperhatikan sama sekali. Menganggap sepi ancaman dan azab dari Allah akibat lancang dari perintah dan larangan-Nya, bahkan seolah-olah mereka mampu untuk menghadapi azab Allah tersebut.Berlaku dzholim terhadap manusia dilakukan dengan pembunuhan, siksaan, serta penangkapan yang sewenang-wenang. Hukum Tuhan tidak diberlakukan sama sekali, bahkan mereka menganggap nenek moyangnya lebih baik daripada hukum-hukum Allah untuk mengatur berbagai kehidupan mereka. Apalagi Fir’aun, kesombongannya akhirnya membuat ia mengakui bahwa dirinya adalah Tuhan yang dapat menghukum manusia dengan hawanafsunya semata.
Penuturan kisah Hancurnya bangsa-bangsa arogan tersebut seharusnya menjadi pelajaran amat penting bagi seluruh manusia.Bagi kaum mukmin, kisah itu dapat memperteguh iman dan keistiqomahan mereka dalam dakwah.Betapapun berat tantangan dakwah yang mereka hadapi, mereka tetap memiliki Allah yang senantiasa memberikan jalan keluar dari setiap persoalan mereka. Bagi kaum yang dzholim dan kafir yang menyombongkan keahlian, kekuasaan, dan kekuatannya, seharusnya sadar akan kelemahan mereka dihadapan Keperkasaan Allah Swt. Jika mereka tidak menyadarinya, dan tidak kembali pada syariah Allah, maka nasib mereka akan sama dengan pendahulunya, yakni kehancuran!. Yang mungkin berbeda hanyalah bentuk dan caranya saja pada saat di dunia, di sisi lain azab di akhirat dengan berbagai siksaan-Nya akan lebih dahsyat lagi. Na’udzubillahi min dzalik.
Penulis : Muhammad Fatih al-Malawy
Ketua Lajnah Tsaqafiyyah Hizbut-Tahrir Indonesia Sumut, Mudir Ma’had ats-Tsaqafiy
ilustrasi