Para Intelektual Muda Sampaikan Petisi Hasil Kongres Mahasiswi Islam Ke DPRD Sumut
Dakwahsumut.com,Medan(28/10). Para intelektual muda berkumpul di Lap.Merdeka melakukan Aksi Damai menuju Gedung DPRD Sumut untuk menyampaikan Petisi Hasil Kongres Mahasiswi Islam Peradaban.
Dalam kesempatan tersebut Ka.Lajnah Khusus Mahasiswi MHTI SUMUT Veronicha, A.Md menyampaikan orasi Intelektual muda dalam cengkeraman neokolonialis – feminis.
Dalam orasinya Vero menyampaikan Fakta pembajakan peran strategis intelektual muda yang potensinya tidak dimanfaatkan untuk kepentingan ummat. Kurikulum sekuler yang pro pasar ditambah adanya racun kesetaraan gender yang mencetak Profil intelektual muda saat ini semakin pragmatis –materialistik , jauh dari peran strategisnya sebagai ibu- pencetak generasi yang merupakan langkah awal kehancuran masa depan bangsa dan kebangkitan Islam.
Ditambah lagi banyaknya hasil karya intelektual dalam penelitian Karya Ilmiah, skripsi, tesis yang setiap tahun dihasilkan, namun pengembangannya tidak diadopsi oleh negara tetapi harus kerjasama dengan industri-industri dengan prinsip penjualan ilmu/ karya intelektual untuk keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selanjutnya Axel Arifianti sebagai orator kedua menyampaikan orasi tentang "Pendidikan tinggi dalam cengkraman neokolonialis : matinya fungsi Negara".
Dalam penyampaian orasinya Axel menyebutkan bahwa saat ini adanya konspirasi busuk neokolonialis yang tercantum dalam WTO-GATS yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas dagang, akibatnya perkembangan ilmu saat ini ditentukan kepentingan bisnis yang pro pasar.
Saat ini pengelolaan Perguruan Tinggi harus berkolaborasi dengan industry, jadi yang mengelola Perguruan Tinggi adalah para pengusaha sedangkan negara negara hanya regulator saja,
Hal ini tentunya mematikan peran negara yang harusnya bertanggung jawab penuh pada pengelolaan Perguruan Tinggi baik dari segi pembiayaan maupun penerapan.
Akhirnya negara telah mati fungsi dan tanggung jawabnya pada pendidikan sehingga akibatnya potensi intelektual justru dibajak habis-habisan oleh kepentingan bisnis-korporasi.
Aksi damai diakhiri dengan pemberian petisi kesepakatan hasil dari Kongres Mahasisiwi Islam Peradaban yang diadakan Ahad 25 Oktober di Auditorium Unimed.
Petisi ini ditanda tangani oleh ratusan mahasiswi Perguruan Tinggi di SUMUT untuk disampaikan kepada Anggota DPRD Sumut yang menuntut untuk mengakhiri neokolonialis-feminis yang telah menyandra kaum Intelektual Muda saat ini.
Mereka disambut baik oleh Perwakilan Anggota Dewan Wakil Ketua Komisi B Bapak Ikrimah Hamidi, Komisi D Bapak Wagirin Arman dan Komisi E Bapak Efendi Panjaitan.[]IMUK/ali
Dalam kesempatan tersebut Ka.Lajnah Khusus Mahasiswi MHTI SUMUT Veronicha, A.Md menyampaikan orasi Intelektual muda dalam cengkeraman neokolonialis – feminis.
Dalam orasinya Vero menyampaikan Fakta pembajakan peran strategis intelektual muda yang potensinya tidak dimanfaatkan untuk kepentingan ummat. Kurikulum sekuler yang pro pasar ditambah adanya racun kesetaraan gender yang mencetak Profil intelektual muda saat ini semakin pragmatis –materialistik , jauh dari peran strategisnya sebagai ibu- pencetak generasi yang merupakan langkah awal kehancuran masa depan bangsa dan kebangkitan Islam.
Ditambah lagi banyaknya hasil karya intelektual dalam penelitian Karya Ilmiah, skripsi, tesis yang setiap tahun dihasilkan, namun pengembangannya tidak diadopsi oleh negara tetapi harus kerjasama dengan industri-industri dengan prinsip penjualan ilmu/ karya intelektual untuk keuntungan yang sebesar-besarnya.
Selanjutnya Axel Arifianti sebagai orator kedua menyampaikan orasi tentang "Pendidikan tinggi dalam cengkraman neokolonialis : matinya fungsi Negara".
Dalam penyampaian orasinya Axel menyebutkan bahwa saat ini adanya konspirasi busuk neokolonialis yang tercantum dalam WTO-GATS yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas dagang, akibatnya perkembangan ilmu saat ini ditentukan kepentingan bisnis yang pro pasar.
Saat ini pengelolaan Perguruan Tinggi harus berkolaborasi dengan industry, jadi yang mengelola Perguruan Tinggi adalah para pengusaha sedangkan negara negara hanya regulator saja,
Hal ini tentunya mematikan peran negara yang harusnya bertanggung jawab penuh pada pengelolaan Perguruan Tinggi baik dari segi pembiayaan maupun penerapan.
Akhirnya negara telah mati fungsi dan tanggung jawabnya pada pendidikan sehingga akibatnya potensi intelektual justru dibajak habis-habisan oleh kepentingan bisnis-korporasi.
Aksi damai diakhiri dengan pemberian petisi kesepakatan hasil dari Kongres Mahasisiwi Islam Peradaban yang diadakan Ahad 25 Oktober di Auditorium Unimed.
Petisi ini ditanda tangani oleh ratusan mahasiswi Perguruan Tinggi di SUMUT untuk disampaikan kepada Anggota DPRD Sumut yang menuntut untuk mengakhiri neokolonialis-feminis yang telah menyandra kaum Intelektual Muda saat ini.
Mereka disambut baik oleh Perwakilan Anggota Dewan Wakil Ketua Komisi B Bapak Ikrimah Hamidi, Komisi D Bapak Wagirin Arman dan Komisi E Bapak Efendi Panjaitan.[]IMUK/ali